Syahrani's Weblog Rani-Rina's Weblog
Thursday, February 24, 2005

Kita adalah Wartawan

Menjadi wartawan itu katanya susah-susah gampang. Tulisan Nurani Susilo (yang juga koresponden Jawapos di London. Hi, mbak :p) berjudul "I wasn't brave, just stupid" tentang bagaimana situasi dan kondisi batin, fisik dan berbagai pressure yang mencekam menjelaskan betul bagaimana susahnya menjadi kuli tinta. Apabila menjadi wartawan dengan field politik, berbagai godaan datang. Uang, harta, dan lain sebagainya menjadi ancaman ketidak objektif-an berita yang ditulis dan menjadi bias. Apabila menjadi wartawan perang, maka sudah barang tentu fisik, stamina, lahir dan batin harus siap menghadapi berbagai ancaman. Media-media di Indonesia rupanya belum siap untuk mengirimkan wartawan perang. Kasus (alm.) Ersa Siregar dan Fery Santoro (wartawan RCTI) yang dulu diculik GAM selama berbulan-bulan dan kasus Meutya dan Budiyanto (wartawan Metro TV) sudah cukup untuk membuat sebuah hipotesis tentang begitu diremehkannya keselamatan seorang wartawan di medan perang.

Sebenarnya ajaran untuk menjadi wartawan sudah ada sejak kita kecil. Keinginan untuk "knowing something" dilanjutkan dengan "informing something" sudah diberikan Tuhan kepada kita sejak dulu dan merupakan anugerah-Nya.

Ketika waktu bayi kita menemukan batu, kemudian batunya kita masukan ke mulut, sudah barang tentu ibu kita langsung bilang, "eh nak jangan dimakan, itu batu bukan permen" (hehehe :p). Ketika udah besar dikit dan bisa ngomong, ada temen kita yang ngemut batu, kita langsung bilang seperti kata ibu kita, "eh itu batu, bukan perman, jangan dimakan. Dodol lu ah". (tolong itu ilernya diusap.. cuma batu aja ngiler.. kekeke :p)

Ketika kita udah sekolah dan saat ujian, kita tidak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan. Maka secara insting, kita (lagi-lagi) menggunakan "sense of knowing" kita untuk mencari jawaban. Dimulai dengan mata terbuka lebar, menengok kanan kiri secara sembunyi-sembunyi, memanggil teman yang duduk di sekitarnya dan akhirnya dapetlah jawaban "A". Setelah tau jawaban "A", langsung kita beritai (:p) teman-teman lain yang membutuhkan. Dengan sembunyi-sembunyi, langsung kita berikan jawaban "A". baik itu dengan petunjuk jari ataupun dengan bisikan (bukannya saya pengalaman lho yaa.. hehehe :p). Tak kalah dengan wartawan sungguhan, wartawan ini punya risk (resiko) juga yakni ketahuan gurunya (hehehehe :p).

Sampai kita bekerja sekarang, kita masih tetap menjadi wartawan. Wartawan bagi diri kita sendiri, wartawan bagi teman kita, wartawan bagi rekan kerja kita, wartawan bagi bos kita maupun wartawan bagi masyarakat.

Now you can see, bahwa sesungguhnya ajaran untuk menjadi wartawan itu sudah ada sejak kita kecil dan kita semua adalah wartawan. Bedanya, wartawan punya koran or media lainnya sedang kita (yang juga wartawan) tidak punya akses tersebut.

Tapi jangan khawatir, That's what blog is for :) Kalo kata mas Benny, "Hare gene gak ngeblog? Ih, ke laut aja deh!" :p

Ketika kita (bloggers) mencari ide, baca sana baca sini, mencari inspirasi menulis, mencari bahan untuk menulis, menceritakan kehidupan kita, bahkan mewawancarai (ngobrol) narasumber kita, kemudian menuliskannya di blog kita masing-masing, maka kurang lebih itulah sebuah proses dari (apa yang dijalankan) wartawan. Mejadi seorang blogger itu juga susah. Kita tidak dibayar tetapi kita menulis. Kita tidak terima gaji, tapi kita tetap berusaha keras menyuguhkan tulisan atau cerita atau postingan sebaik mungkin untuk dibaca. Apa mungkin tugas blogger lebih susah dari wartawan yaa? Kan gak dibayar? bayar hosting malah iya :p (hehehe)

Tapi tenang, ketika kita menulis, berdiskusi (menulis comment), mencari ide baru lewat blog, kita sesungguhnya adalah beramal :) Bayangkan apabila memberi sebuah ilmu (ide or hikmah) melalui satu postingan kemudian ada seseorang yang membaca dan dia mengajarkan ilmu tersebut ke orang, maka pahala kita kan juga bertambah dan terus berlanjut seperti rantai sampai ketika kita mati :)

Aaah blogger juga wartawan kok. Orang biasa pun juga wartawan walaupun tak sepenuhnya. Tapi setidaknya, "sense of knowing" dan "sense of informing" itu merupakan anugerah buat kita. Mari kita mensyukuri :)

Let's keep on blogging :)

Journalism is organized gossip.
- Edward Eggleston (American Writer Historian)



Konser "Care for Indonesia" di Perth



Bantu publikasiin acaranya anak2x di Perth dikit :p kali aja ada yg mau dateng :p

Mau ada konser Care for Indonesia featuring Dewa, Marcell, Audy, Numata di Perth. Tepatnya di Metro City, 11 maret 2005. Tiketnya AU$40 [hiks..hiks..]. Mereka semua ini emang baru ngeluarin album baru and I love some of them (Audy? ok lahh..kekek). MCnya Titi Kamal (goossshh..) ama Alford :)

Should I go there? $40 (lebih dari 280 ribu :p)? yah emang sih sebanyak 5 dolar akan disumbangkan ke Aceh jadi sekalian amal.

Ada yang mau ikut nonton? Sini lah.. :p hehehe



Monday, February 21, 2005

Luar Negeri

"Gue tinggal di Belanda"

"wuiihh asyik dong. Pasti enak deh disana... pengen deh gue"

"Gue kuliah di Canada"

"wah yang deket kutub itu ya? pasti dingin yaa disana? hebat benerr lo.. gue aja cuma kuliah di indo.."

"Aku kuliah di Amerika"

"Tooobbhhh abisss... pasti keren deh kuliahnya."

Sudah menjadi image (bukan gambar :p) masyarakat Indonesia kalau sudah menyangkut luar negeri pasti yang ada hanyalah kesan mewah, hebat, gue pengen, enak banget elo dan lain sebagainya. Benarkah semua image yang terlukis itu?

Saya orang yang berani menjawab tidak karena semua tergantung pada diri kita masing2. Memang kuliah, kerja, hidup di luar negeri adalah dambaan setiap wanita eh salah, dambaan hampir setiap insan di negeri ini. Apalagi orang Indonesia yang negaranya konon katanya (katanya lho, ya :p) semerawut, amburadul, gak karuan, tempatnya maling, miskin, sengsara, yang kaya tambah kaya, yang miskin tambah miskin, wah pokoknya banyak deh kesan negatif yang terlabel di produk bernama Indonesia. Sebagai alternatif sebuah kenyamanan, maka luar negeri adalah pilihan baik itu sekolah, kuliah, kerja, hidup dan lain sebagainya :p

Pagi ini, Saya kedatangan tamu dari indonesia seorang peneliti LIPI bernama R.Siti Zuhro. Beliau adalah doktor lulusan Curtin University of Technology di Perth. Tadi pagi pada saat kita menikmati sarapan, dia bercerita tentang atasannya, Dr.Dewi Fortuna Anwar. Suatu hari Siti Zuhro bertanya kepada Dewi Fortuna tentang dimana ia menyekolahkan anaknya. Tak disangka jawaban seoran Dewi Fortuna adalah "di Jogja". Padahal dalam benak Siti Zuhro anaknya Dewi mestinya sekolah di Ohio Uni atau Cambridge uni ataupun London uni tempat dimana ia menimba ilmu. Dewi Fortuna menjelaskan bahwa sekolah di luar negeri adalah sebuah exchange, bukan sebuah kemewahan. Banyak orang bersekolah di luar negeri padahal universitas yang didatangi adalah universitas antah berantah. Potensi yang ada sebenarnya ada pada diri kita. Dimana kita sekolah belum menentukan tingkat keberhasilan penerapan ilmu kelak. Hal ini benar-benar Saya sadari.

Di Australia sendiri, niat pelajar mahasiswa Indonesia itu bermacam. Memang, nawaitu awalnya adalah untuk belajar. Tetapi sesaat setelah tiba disini, segala kemungkinan bisa berubah. Banyak faktor yang menyebabkan perubahan. Culture shock karena perbedaan budaya dan life style, tergiur untuk bekerja karena berpenghasilan dollar, terbawa arus teman, hanya having fun dan lain sebagainya. Banyak mahasiswa yang setiap harinya bekerja full time. Mestinya hanya part time. Saya biasa menyebutnya dengan part-time student and full-time worker :) Banyak juga yang tiap hari berfoya-foya, dengan mobil mewah yang dimofikasi dan dengan knalpot keras yang mengganggu banget mereka pergi ke pub-pub, cafe-cafe, dan tempat hiburan lainnya.

Lagipula, tak sedikit universitas di luar negeri yang kualitasnya kalah jauh dengan Universitas di Indonesia. Banyak juga mahasiswa yang kuliah di universitas-universitas kacangan. Kuliah hanya bermalas-malasan padahal uang yang dikeluarkan tidak sedikit. Mereka hanya mengandalkan gengsi sekolah di luar negeri sebagai sebuah prestige. Padahal, universitasnya adalah universitas yang terpinggir dan nggak laku di negara yang bersangkutan.

Lulusan luar negeri juga bukan seorang yang perfect. Jangan Anda kira dia lulusan luar negeri berarti dia bisa segalanya. Ini adalah ungkapan yang salah. Lulusan luar negeri juga sama dengan Indonesia. Yang menetukan sebuah keberhasilan adalah potensi pada diri kita sendiri sebagai pemain.

Jadi, menjadi mahasiswa Indonesia bukanlah sesuatu yang memalukan. Banggalah kepada almamater Anda. Wherever you are! Jangan berkecil hati melihat lulusan luar negeri. Karena pada dasarnya potensi yang ada itu sama. Lulusan luar negeri tak menjamin lebih baik. Malah sebaliknya, bisa jadi mereka lebih jelek :)

Dulupun Saya bercita-cita kuliah di Indonesia. Tapi apa daya, nasib berkata lain. I'll try to do my best and take my chance...

Where do you want to live? :)

I can't believe that God put us on this earth to be ordinary
- Lou Holtz



Thursday, February 17, 2005

Happy Birthday from Na

Surprise Surprise =D

Numpang posting biar semua orang refresh dulu otaknya dari tulisan Ni =P

Actually I just wanna say Happy Birthday to my beloved one :)

Happy 20th Birthday Ni



Moga2 Ni bisa mencapai apa yang Ni cita2kan n may Allah bless you in everything u do :)

Yours,


Update (By Rani) -17 Feb'05 23.50-:

Udah kepala dua nih...

Begitulah kata sebagian orang yang mengucapkan ulang tahun kepada Rani. It was a wonderful 20th birthday for me with more greetings coming from bloggers. Kalau dulu ucapan selamat paling secara langsung, email, e-card, kartu, SMS, maka kali ini ucapan selamat bertambah satu lagi yakni via blog. Ini kadang yang Saya suka dari nge-blog. Tambah teman (walaupun di dunia maya), tambah semangat, tambah ilmu, tambah edan juga (kadang :p), tambah segalanya deh pokoknya :) Thanks for all bloggers from any community you guys from (blogfam -maknyak, vi3 , *)Iin dkk- , dan lain2x) yang udah ngucapin selamat di 2 blog Rani (blog ini dan bengkel kami). You guys mean a lot for me :)

Lebih special lagi, ketika malam-malam, tepat jam 12 waktu Perth, Saya tinggal sholat isya' sebentar dan begitu liat blog Saya udah ada postingan baru yang Rani sendiri gak ngerasa posting. Hehehe ternyata, it was from my beloved one. Thanks, hon. Your just so sweet :) Love you heaps :)

Banyak hal biasa dan hal tidak biasa yang Rani lalui saat ini. Yang biasa adalah yang nampak, ketika hidup harus tetap berjalan. Ketika hidupku yang biasa ini masih tetap berjalan seperti biasa. Yang tidak biasa adalah yang tidak nampak, ketika masa depan baik itu sedetik, semenit, sejam, sebulan, setahun yang akan datang mungkin akan penuh dengan warna-warni. Rani cuma berharap bahwa warna-warna kelak yang digoreskan adalah sebuah warna yang dinamis atau walaupun abstrak masih memiliki nilai estetika yang tinggi. Amien :)

Anyway, makasih sekali lagi buat semuanya. My beloved one, my family, friends, bloggers and whoever you are. You made today my day :) Sebentar lagi, umur Rani akan jadi 20 tahun 1 hari. Hehehe minta doanya aja deh yaa semoga bisa menjalani semua dengan lancar dan diberi kesehatan dan diberkahi oleh Allah SWT. Amien :)

Well, kepala dua, tetapi kepala Rani masih satu kok :p kekeke. Hampir aja lupa. Special thanks lagi buat seluruh anggota tubuhku. Kepala, tangan, kaki, telinga, jantung, mata, sel, kromosom ah semuanya deh pokoknya (yang gak disebutkan ga usah iri :p) yang udah nemenin 20 tahun selama ini tanpa ada suatu gangguan yang berarti. Hope we can still make a good "business-relationship" til the end of time :)

Umur 20? aaahhh gue masih muda :p

Age is whatever you think it is. You are as old as you think you are.
- Muhammad Ali, American boxer

Update:

http://www.blogfam.com/forum/viewtopic.php?t=2281&postdays=0&postorder=asc&start=0



Monday, February 14, 2005

Kenyamanan

Saya kaget ketika kemarin ada orang yang berbicara bahwa Dennis Rodman pernah menikah hanya dalam waktu 6 jam kemudian cerai. Yang bikin Saya gak kaget adalah ketika dia bilang Britney Spears menikah dalam tempo 24 jam kemudian cerai karena itu sudah lama diperbincangkan. Kayak infotainment aja yaa :p

Tak lama kemudian shock therapy kembali dilancarkan oleh orang itu. Yang terucap adalah diantara 21 juta penduduk Australia, 9 juta diantaranya pernah diberi resep obat anti-depresi oleh dokter.

Kesimpulan Saya, salah satu alasan yang me-latar belakangi kenapa bisa seperti itu adalah wujud dari kenyamanan.

Saya baru menyadari bahwa kata yang selalu diterapkan manusia dalam setiap tingkah lakunya adalah nyaman. People urge to be comfortable. Setiap apa yang kita rasakan adalah sebuah kenyamanan. Jangankan bergerak, ketika kita diam saja, kita sudah merasakan kenyamanan yang luar biasa. Bernafas dengan Oksigen adalah sebuah bentuk kenyamanan. Andaikan kita bernafas dengan karbondioksida, sudah barang tentu kenyamanan itu akan musnah.

Nyaman itu bagi Saya adalah lebih dari sekedar kata. Setiap kota di Indonesia selalu mempunyai slogan dan diantara slogan itu biasanya terdapat kata nyaman. Anda boleh bilang nyaman adalah sebuah kata yang jarang sekali diucapkan atau mungkin jarang sekali diingat. Tetapi sebenarnya, nyaman adalah sebuah kata yang diciptakan untuk dilakukan. Ia adalah kata yang secara tidak sadarpun, kita selalu melakukannya.

Manusia akan selalu sadar bahwa kenyamanan adalah prioritas utama dalam hidup. Maka dari itu, ketika hawa diluar panas, manusia menciptakan AC yang berprinsip "Bring winter to the summer and bring summer to the winter". Ketika jalan kaki bukan merupakan prioritas utama, manusia juga menciptakan sepeda. Belum puas juga dengan sepeda, manusia menciptakan mobil. Belum puas juga, manusia memodifikasi mobil tersebut sedemikian rupa hanya demi sebuah kenyamanan. Masih belum puas, manusia juga menciptakan pesawat. Belum puas juga, pada akhirnya manusia mempunyai semua alat transportasi jarak pendek dan jarak jauh.

Ternyata, ada sebuah kemahalan harga pada kenyamanan manusia modern. Namun ternyata kenyamanan tak selamanya mewah.

Saya merasa nyaman apabila cuaca yang berada di sekitar Saya sejuk atau dingin, tidak ada polusi, matahari bersinar cerah, sambil berpiknik di bawah pohon dan di samping sungai yang bersih. Saya merasa nyaman apabila orang yang Saya ajak bicara ngomongnya nyambung.

Seorang pemulung akan merasa nyaman menurut standarnya, apabila malam ini dia bisa tidur di emperan toko yang agak teduh, ada alas tiker ataupun koran, kemudian ada sehalai kain yang membungkus tubuhnya bak lontong guna menghindari dinginnya malam yang menusuk tulang. Ini saja sudah cukup untuk membuat seorang gelandangan jalan untuk tidur dengan nyaman.

Roy Suryo mungkin akan merasa nyaman apabila di dalam berbagai kritik yang dilontarkan kepadanya, sebenarnya adalah wujud kasih sayang para pengritik kepadanya. Dia akan menjadi lebih nyaman apabila ia tahu bahwa blog bukan hanya sebuah tren dan blog memang ber-evolusi seiring dengan waktu dan blog akan menjadi media masa depan.

Pengritik, penggemar, pemerhati Roy Suryo pun akan merasa nyaman pada saat ia mengucapkan Hi, Roy! yang pertama pada kolom commentary di setiap blog yang tersedia :p Hi, Roy! :p

Hmm dalam setiap gerakan kita, yang kita cari adalah sebuah kenyamanan. Kenyamanan itu relatif. Kenyamanan bisa terjadi dimana saja kapan saja dan dalam keadaan apa aja. Tak peduli waktu, tak peduli tempat dan tak peduli kasta dan status sosial.

Kenyamanan adalah wujud kemewahan, kemiskinan, kekurangan, ketidakadilan, keadilan, kerakyatan dan ia bisa berganti-ganti wujudnya.

Anda pasti juga pernah merasakan kenyamanan bukan? Kira-kira, pada posisi apa Anda merasakan sebuah kenyamanan? hehehe :)

Of all created comforts, God is the lender; you are the borrower, not the owner.
- Samuel Rutherford



Monday, February 07, 2005

Aborigin dan Australia

"Jangan pernah Anda tinggal di daerah yang kawasan itu terdapat orang Aborigin"

Begitulah ungkapan atau bisa Saya bilang atmosfer yang berkembang di negeri kanguru. Sudah menjadi stereotype (stereotype ini bukan lawannya mono, dodol! :p Ini penjelasan stereotype) orang aborigin memang hal-hal yang barbau jelek semacam mencuri, mabuk-mabukan, peminta uang, ngebut di jalanan dan berbagai hal jelek lainnya. Saya pun termasuk orang yang setuju, sekaligus tidak setuju. Setuju, karena Saya beberapa kali "diperas" di jalan oleh orang-orang aborigin walau hanya sekedar "Do you have a dollar spare please?". Tidak setuju, karena memang tidak semua orang aborigin begitu dan Saya berpikir dia adalah korban dari media.

Terus terang saja, ungkapan mereka yang terluncur kepada Saya ini sungguh lebih "Saya hargai" daripada preman di terminal-terminal Indonesia yang memang berprofesi sebagai pencuri atau istilah profesionalnya adalah pencopet (hehehe). Ungkapan jujur untuk meminta uang ("Do you have a dollar spare please?") ini dengan ungkapan halus menjadi penghibur sendiri bagi sang pemberi. Sehingga, Saya hampir tidak bisa menolak. Selalu aja kalau misalnya Saya punya uang lebih barang sedollar, langsung Saya berikan. Premanisme gaya aborigin ini memang unik. Mereka tidak memaksa (pengalaman Saya sih tidak pernah). Tak jarang juga Saya menolak atau bahkan memarahi dia tetapi mereka tidak marah. Menolaknya karena mungkin Saya waktu itu memang tidak punya uang atau bahasa belandanya, bokek :p. Memarahinya karena mereka tidak diajari bersyukur. Ketika Saya bilang "ok, wait a sec" (sambil merogoh kantong jeans), dia malah meminta "how about 2 dollar?". Langsung saja, "Do you want me to give you a dollar or I'll go now?". Hehehe baru kali ini ada preman kalah sama Saya :p. Akhirnya dia nurut saja dengan apa yang Saya beri. Dan surprisingly, mereka berterima kasihnya itu kayak dikasih uang 10 dollar saja. Saya dipeluk sambil bilang "thanks my brother". Hehehe dasar lu :p

Alasan setuju lainnya, memang banyak warga Australia yang tinggal di kawasan yang terdapat aboriginnya dan mereka sering kehilangan barang di rumahnya atau tiba-tiba jendela rumahnya dicongkel. Entahlah siapa yang mencuri, tetapi kecurigaan jelas mengarah kepada orang Aborigin. Memang tidak adil, tak sedikit orang non aborigin itu juga jahat. Bahkan lebih jahat dari orang aborigin. Tetapi kejahatan warga aborigin seringkali dibesar-besarkan (exaggeration) oleh media.

Disinilah letak kesalahannya, media selalu menggembar-gemborkan kejelekkan warga aborigin (sehingga masyarakat berpikir begitu). Saya pernah mendapat kuliah khusus jurnalisme tentang aborigin (Pemberi kuliah adalah orang Australia -non aborigin-). Aslinya, mereka tidak begitu. Orang aborigin itu seolah-olah dirampas hak hidupnya. Padahal, semua mengetahui bahwa orang aborigin ini adalah tuan tanah. Tapi mau bagaimana lagi, ketika Australia sudah maju seperti sekarang ini, sudah jelas secara kasat mata bahwa ini adalah berkat warga non aborigin (bule-bule Australia ituh) yang notabene berasal dari Inggris. Gampangnya, ketika orang aborigin bilang "Mau ape lu? Ini kan tanah kite-kite", orang kulit putih non-aborigin juga punya alasan "ahh elo. Kalo kagak ade kite-kite, negara ini juga kagak bise maju". Hehehe begitulah gampangnya :)

Stereotype dimana-mana memang kebanyakan kejam. Seperti kejamnya Anda orang Islam distempel teroris. Semua memang tidak bisa digeneralisir. Karena pada dasarnya semua orang itu berbeda walaupun mereka sebudaya. Di dalam kuliah khusus tentang aborigin yang pernah Saya kenyam tersebut, diputarkan sebuah video tentang aborigin. Saya lupa judulnya apa, yang jelas disitu ada misi orang-orang Australia (baca: non aborigin) untuk menghilangkan ras ini. Caranya? Menculik paksa anak-anak kecil di pelosok-pelosok Australia seperti hutan dan gurun. Untuk apa? jelas, untuk dinikahi. Kok bisa gitu? ya supaya keturunan mereka berangsur-angsur menghilang dan mereka semua menjadi kulit putih. Bahkan, orang Australia yang mau menikahi orang aborigin akan mendapat subsidi khusus dari pemerintah. Pemerintah pun punya departemen khusus orang aborigin yang tiap state berbeda nama (untuk Western Australia namanya Department of Indigenous Affairs). Di kampus-kampus pun ada jurusan khusus tentang aborigin (di kampus Saya juga ada namanya Centre for Aboriginal Studies).

Begitu kejamkah orang Australia terhadap pemilik tanah? Hmm mungkin. Saya tidak bisa menghakimi sendiri (since profesi Saya bukan hakim :p). Hehehe tapi begitulah kenyataan yang ada. Masalah penilaian itu tergantung dari pribadi kita dan sudut pandang kita :) fair enough I suppose :)

ps: I've changed my mind not to take Journalism as my major study. Bismillah, doakan ya keputusan Rani ini benar untuk masa depan Rani dan anak serta istri Rani (bwaahahaha).... Amien :)



Thursday, February 03, 2005

Perjanjian Bunuh Diri via Blog

Setelah postingan kemarin membicarakan nyawa, maka kemarin ada seorang yang membuat perjanjian untuk bunuh diri dalam bentuk blog. Ini kemarin sempat diberitakan oleh theage (koran harian Melbourne) dan juga SMH (koran harian Sydney) yang kedua koran itu dimiliki oleh satu perusahaan yang bernama Fairfax Digital. Fairfax Digital ini adalah salah satu perusahaan media terbesar di Australia tetapi masih kalah dan dibawah News Limited yang dikomandoi oleh taipan media Internasional, Rupert Murdoch (yang juga punya News Corp).

Ini tak kutipkan disini aja biar gampang:
Blog Suicide Pact feared in teen death

Some 1000 mourners gathered in the northern French port of Calais on Tuesday for the funeral of a 15-year-old girl who, along with another teenager feared dead, had made a suicide pact published on the web in the form of a blog.

Several classmates paid last respects with white roses as the body of the teenager, identified only by her first name, Noemie, lay in a coffin in the city's church.

Noemie's body was found crumpled at the base of a seaside cliff near Calais last Wednesday. Her wrists had also been slashed.

Investigators later learned that Noemie's 14-year-old friend Clemence had written of taking her own life in a blog - short for web log, a sort of online diary - for months under the nickname "Angel of Sadness" and they believe the two planned their suicides together.

Clemence has not been seen since Noemie's suicide and police suspect the pair jumped off the cliff together but that Clemence's body was washed away.

Clothes and mobiles phones belonging to the two girls were found on the cliff's edge and Clemence left a handwritten suicide note for her ex-boyfriend.

Hmm ntah apa yang ada di benak mereka sampai mereka membuat perjanjian (pact) agar bunuh diri bersama. Andai saja mereka membaca tulisan "Nyawa Hidup dan Nyawa Kehidupan", tentu mereka sadar bahwa nyawa hidup itu tidak ada serepnya :p Padahal mereka masih muda, bahkan lebih muda dari Saya. Masa depan masih jauh harus diakhiri dengan tragis.

Saya jadi teringat ungkapan orang Indonesia umumnya yang biasa bilang begini, "Mas, aku belum mau mati lhoo mas.. aku belum kawin".. hehehe dasar orang Indonesia pikirannya emang aneh. Tapi entah orang yang bunuh diri itu udah kawin atau belum. Saya sih belum.. hehehe jadi setuju ama kalimat itu :p

Perlukah kita berbela sungkawa? Life is beautiful, man.. There is sad, happy, good, bad, love, hatred, and so much more. One thing you can't experience is dead. Because once you dead, then you can't be alive for a second time :(

Please don't try this at home or on the internet :p Just enjoy your life guys :)

Sometimes I wonder if suicides aren't in fact sad guardians of the meaning of life.
- Vaclav Havel (1936 Czech Playwright President)



Tuesday, February 01, 2005

Nyawa Hidup dan Nyawa Kehidupan

Sudah selayaknyalah kita menyadari bahwa hidup ini penuh dengan nyawa-nyawa. Nyawaku, nyawamu, dan nyawanya. Dasarnya, kita semua punya nyawa-nyawa yang entah letaknya dimana (ada yang tau letaknya dimana? :p). Mungkin di jantung, mungkin juga di otak. Entahlah, Saya sendiri juga gak ngerti gimana sih bentuk dan dimana sih letak nyawa yang sering kita bicarakan. Yang kita tahu, kita hanya punya satu nyawa agar ruh kita dan fisik kita tetap menyatu dalam satu kesatuan yang padu sehingga kita tetap dikatakan, hidup. Dan satu hal yang pasti, nyawa itu ternyata hanya bisa dicabut oleh malaikat (entah malaikat siapa tergantung agama Anda) atas perintah Tuhan.

"aaaahh gue besok mau bunuh itu orang. Tak tusuk dari belakang".

Ungkapan itu bukan berarti Anda dengan pasti bisa membunuhnya (mengambil nyawanya) dengan serta merta menurut waktu dan tempat yang telah Anda tentukan untuk menusuknya. Misalnya, Anda akan menusuk dia di toilet tapi ternyata waktu itu dia tidak kebelet pipis, maka rencana Anda bisa dipastikan gagal karena dia ternyata tidak kebelet pipis, malah kebelet minum ke dapur. Akhirnya, seperti diatas tadi, nyawa hanya bisa dicabut oleh malaikat atas perintah tuhan :)

Ternyata, di balik nyawa primer atau nyawa hidup yang kita punyai, ada nyawa-nyawa lain yang apabila nyawa itu tidak berada bersama kita, kita akan merasa kehilangan. Nyawa-nyawa itu biasanya berbentuk, ada juga yang tidak berbentuk. Untuk nyawa yang satu ini saya menyebutnya sebagai nyawa sekunder atau nyawa kehidupan. hohoho

Salah satu nyawa kehidupan bagi Saya adalah ketika uang AUD$10.000 yang tidak jadi hilang itu kembali. Tentu apabila nyawa itu hilang, Saya akan merasa sangat kehilangan.

Nyawa bagi seorang pemusik adalah ketika tidak ada lagi yang beli album mereka atau bahkan ia tidak mempunyai kemampuan untuk menciptakan lagu. Nyawa bagi seorang blogger adalah ketika tiada lagi hewan yang bernama internet di dunia ini atau mungkin ketika blog hanya dikatakan sebagai "sebuah trend". Nyawa bagi blog ini adalah ketika tiba-tiba blogger.com menarik iuran (kayak iuran TV aja :p) kepada pemakainya. Nyawa bagi mahasiswa adalah uang kiriman yang ia terima setiap bulan. Nyawa bagi seorang petani adalah ketika dirinya tak mampu lagi untuk nyawah di sawahnya atau sawahnya yang hijau telah menjadi gedung-gedung pencakar langit.

Dan tentu, tak lupa juga...

Nyawa bagi seorang yang haus akan popularitas adalah ketika ia kehilangan popularitasnya, yang terindikasi akan tidak ada wartawan yang menghiraukannya dan ia pun mencari jalan lain (I call it desperate way) dengan cara mengirim surat pembaca ke majalah TEMPO :p atau mungkin nyawanya adalah ketika ia beranggapan bahwa ada "character assasination" yang dilakukan kepadanya? :)

Aaahhh.. Nyawa hidup hanya satu, tapi nyawa kehidupan itu banyak. Nyawa hidup kita ada di tuhan, tapi nyawa kehidupan kita ada di diri kita masing-masing dan bisa jadi di tangan orang.

Kita mungkin tidak bisa lepas begitu saja dari nyawa-nyawa itu. Karena esensi dari nyawa adalah kita "mati" apabila kita kehilangan. Kita tidak bisa hidup tanpanya. Seperti ketergantungan kita kepada e-mail2x gratisan dan mungkin google serta beberapa fasilitas gratis lainnya.

Aaahh.. kapan kita bisa hidup mandiri tanpa nyawa? Saya pun tak tahu...

Bagaimana dengan nyawa kehidupan Anda? Gimana kabarnya? :)

You can only live once, but if you live right, once is enough
- Joe E. Lewis



Author

Rani

"Syahrani's Weblog" is where I restore everything (writings, stories, religious, social, politics, current affairs, marketing, thoughts, sports, internet, essays, pictures or what so ever) that amazed me during time.

A 23 year-old, worker, family-man and a Post-Graduate MBA student. Living in Melbourne (Australia). Email: syahrani AT gmail.com .

Ads


Archives

August 2004
September 2004
October 2004
November 2004
December 2004
January 2005
February 2005
March 2005
April 2005
May 2005
June 2005
July 2005
August 2005
September 2005
October 2005
November 2005
February 2006
March 2006
April 2006
May 2006
June 2006
August 2006
September 2006
October 2006
November 2006
December 2006
February 2007
April 2007
May 2007
April 2008
August 2008
September 2008
October 2008
November 2008
January 2009

Friends

*)Iin
Abhirhay
Adai
Avianto
Bahtiar
Benny Chandra
Budi Rahardjo
Budi Wijaya
Canti
Diaz Fitra
Didats Triadi
Dody
Emil
Enda Nasution
Farhana
Farid Gaban (Pena Indonesia)
Farid Gaban (Solilokui)
Fisto
Goiq
Guntur
Hermawan Kartajaya
Idban
Ikhlasul Amal
Imponk
Kere Kemplu
Mbak Syl
Lantip
Luluk
Maknyak
Manda
MDAMT
Nurani Susilo
Priyadi
Riza Nugraha
Rudy
Sa
Thomas Arie Setiawan
Tiwi
Wimar Witoelar
Yulian Firdaus

Credits

Blogger
Haloscan
Photobucket


Nedstat Basic - Free web site statistics Personal homepage website counter