Wednesday, January 26, 2005
Indonesia, doooonng!!
Tulisan ini mungkin tulisan klasik, pikiran lama yang sering diutarakan namun sedikit realisasinya.
Pada tahun 2004 yang lalu, United Nations (PBB) kembali mengeluarkan "shuhuf-shuhuf" yang setiap tahun selalu direvisi. Catatan-catatan itu tak lain adalah The Human Development Index (HDI) yang selalu menjadi referensi negara-negara mana yang layak untuk dijadikan tempat hidup (livable). Untuk top 30 "The most livable countries" Indonesia mungkin harus "mengalah" pada negara-negara yang tersebut. Ada Australia, Jepang, US bahkan Israel masuk. Anehnya, 2 negara "maju" gagal masuk nominasinya yaitu China dan Indonesia (menghibur diri :P). Bahkan Arab Saudi pun tidak masuk sehingga tidak ada satupun negara Islam yang masuk menjadi top 30. Kalau Indonesia, mungkin Saya bisa memaklumi karena banyaknya anak jalanan, banyaknya anak tidak sekolah, tidak kuliah, tingginya angka KKN, belum lagi masalah terorisme, belum lagi sistem birokrasi pemerintah yang amburadul dan lain sebagainya. Tapi China? Saya masih ingat ungkapan Saya ketika membeli barang di Duty Free (Toko bebas pajak yang teteup aja mahal :P) disini, "Why those stuff are so expensive? Aren't they made in China?". Sang pelayanpun mengiyakan, "Unfortunately, 80% of goods in Australia are made in China". Tapi sayang memang China tidak termasuk negara yang layak dihuni. Apa karena populasinya sudah mencapai 1 miliar lebih? Mungkin saja, tapi secara ekonomis, Cina adalah salah satu pendekar dunia karena hampir semua barang yang Anda pakai minimal ada beberapa barang ada tulisannya "made in China".
Sebagai orang Indonesia Saya juga protes mengenai kenapa Indonesia tidak layak huni dan tidak masuk 30 negara yang paling enak untuk dihuni sedangkan Israel yang setiap hari perang dengan Palestina justru layak dihuni.
Pada waktu liburan di Indonesia beberapa waktu lalu tiap pagi Saya bertugas mengantar Kakak perempuan Saya kuliah. Setelah Saya antar, biasanya Saya marung (baca: makan di warung) dulu di trotoar pinggir kampus B Unair. Biasanya yang Saya konsumsi adalah 1 nasi bungkus (lauknya ada telor, ikan, mie dan tahu), 3 gorengan, dan segelas kopi. Setelah ditotal oleh penjualnya, uang yang harus Saya bayar hanya Rp.2600.-.. Terus terang harga segitu itu sangatlah murah dibanding apa yang telah Saya makan dan minum dan harga itu tidak sampai 50 cent dollar Australia. Entah gimana hitung-hitungan bisnis mereka sampai-sampai menjual makanan dengan harga murah. Perlu diketahui, sekali makan di tempat makan biasa saja di Australia, minimal butuh 5 dolar dan itu tanpa minum. Nikmatnya hidup di Indonesia...
Justru Saya yang berpikir, seharusnya Indonesia dong yang menjadi negara yang livable. Betapa tidak?
Semua komoditas yang ada di Indonesia ini hampir semuanya murah. Apalagi buat para ekspat yang lagi melancong di Indonesia dengan berbagai tujuan dari berkunjung ala turis sampai merampok kekayaan Indonesia. Kurs yang betul-betul menginjak rupiah menjadikan Indonesia sebagai Surga mereka. Mereka bisa menikmati apartemen tengah kota yang mewah dengan harga setara dengan rumah gubug kecil di negaranya, bisa menikmati vila puncak dengan harga beli setara dengan kontrak setahun rumah kecil di negaranya, mereka bisa berbisnis meng"amplopi" pejabat untuk dapat mengeruk kekayaan SDA Indonesia dan membawanya pulang ke negara asalnya, mereka bisa makan, minum seenaknya karena harga yang sangat murah dan lain sebagainya :(
Tapi kenapa Indonesia tidak layak masuk daftar?
Entahlah Saya tidak tahu. Yang Saya tahu adalah hidup di Indonesia itu sungguh enak. Orang-orang yang ramah, hidup kalau tidak neko-neko ya bisa hidup, Alam yang melimpah ruah kayanya, budaya yang plural, tetangga yang selalu siap membantu dan lainnya. Mungkin Andalah yang lebih tahu mengapa.
Tapi nasib menjadi rakyat kecil... Yang kaya tambah kaya, yang miskin tambah miskin...
Sebentar lagi, cepat atau lambat harga BBM akan naik. Alasan pemerintah karena harga minyak dunia yang melambung pasca perang Irak. Jadi subsidi BBM yang biasa keluar 30 Triliun membengkak menjadi 60 Triliun. Kalau menurut kalkulasi Saya, 60 Triliun bukanlah angka yang besar dibanding kekayaan Indonesia. Andai saja kekayaan itu tidak dicuri Amerika (Exxon dan Freeport) dan sekutunya, mungkin Indonesia tidak bernasib seperti sekarang. Seharusnya yang menjadi korban bukan rakyat kecil yang taat membayar pajak. Konglomerat-konglomerat hitam yang memarkirkan uang negara di rekening banknya itulah yang patut dikenai pajak yang lebih tinggi. Mobil-mobil mewah yang berkeliaran dijalan itulah yang seharusnya dikenai pajak yang tinggi. Ekspat-ekspat yang masuk itulah yang seharusnya dikenai pajak yang lebih tinggi untung menutupi Subsidi BBM yang kurang itu. Karena terus terang, harga BBM sekarang (Rp. 1810,-/liter) itu tidak berarti apa-apa buat para ekspat...
Rakyat kecil yang mendorong gerobak bakso justru menjadi korban. Pedagang kaki dan pedagang asongan, nelayan dan beberapa usaha "rendah" yang justru menjadi kekuatan ekonomi Indonesia harus rela dikorbankan (lagi?).
Percayalah, negara-negara maju tersebut tak akan maju seperti sekarang tanpa "bantuan Indonesia"... Indonesia adalah surga bagi para ekspat. Maka sudah selayaknya Indonesia menjadi layak huni (livable)... "Indonesia, dooonnng!!!
Pada tahun 2004 yang lalu, United Nations (PBB) kembali mengeluarkan "shuhuf-shuhuf" yang setiap tahun selalu direvisi. Catatan-catatan itu tak lain adalah The Human Development Index (HDI) yang selalu menjadi referensi negara-negara mana yang layak untuk dijadikan tempat hidup (livable). Untuk top 30 "The most livable countries" Indonesia mungkin harus "mengalah" pada negara-negara yang tersebut. Ada Australia, Jepang, US bahkan Israel masuk. Anehnya, 2 negara "maju" gagal masuk nominasinya yaitu China dan Indonesia (menghibur diri :P). Bahkan Arab Saudi pun tidak masuk sehingga tidak ada satupun negara Islam yang masuk menjadi top 30. Kalau Indonesia, mungkin Saya bisa memaklumi karena banyaknya anak jalanan, banyaknya anak tidak sekolah, tidak kuliah, tingginya angka KKN, belum lagi masalah terorisme, belum lagi sistem birokrasi pemerintah yang amburadul dan lain sebagainya. Tapi China? Saya masih ingat ungkapan Saya ketika membeli barang di Duty Free (Toko bebas pajak yang teteup aja mahal :P) disini, "Why those stuff are so expensive? Aren't they made in China?". Sang pelayanpun mengiyakan, "Unfortunately, 80% of goods in Australia are made in China". Tapi sayang memang China tidak termasuk negara yang layak dihuni. Apa karena populasinya sudah mencapai 1 miliar lebih? Mungkin saja, tapi secara ekonomis, Cina adalah salah satu pendekar dunia karena hampir semua barang yang Anda pakai minimal ada beberapa barang ada tulisannya "made in China".
Sebagai orang Indonesia Saya juga protes mengenai kenapa Indonesia tidak layak huni dan tidak masuk 30 negara yang paling enak untuk dihuni sedangkan Israel yang setiap hari perang dengan Palestina justru layak dihuni.
Pada waktu liburan di Indonesia beberapa waktu lalu tiap pagi Saya bertugas mengantar Kakak perempuan Saya kuliah. Setelah Saya antar, biasanya Saya marung (baca: makan di warung) dulu di trotoar pinggir kampus B Unair. Biasanya yang Saya konsumsi adalah 1 nasi bungkus (lauknya ada telor, ikan, mie dan tahu), 3 gorengan, dan segelas kopi. Setelah ditotal oleh penjualnya, uang yang harus Saya bayar hanya Rp.2600.-.. Terus terang harga segitu itu sangatlah murah dibanding apa yang telah Saya makan dan minum dan harga itu tidak sampai 50 cent dollar Australia. Entah gimana hitung-hitungan bisnis mereka sampai-sampai menjual makanan dengan harga murah. Perlu diketahui, sekali makan di tempat makan biasa saja di Australia, minimal butuh 5 dolar dan itu tanpa minum. Nikmatnya hidup di Indonesia...
Justru Saya yang berpikir, seharusnya Indonesia dong yang menjadi negara yang livable. Betapa tidak?
Semua komoditas yang ada di Indonesia ini hampir semuanya murah. Apalagi buat para ekspat yang lagi melancong di Indonesia dengan berbagai tujuan dari berkunjung ala turis sampai merampok kekayaan Indonesia. Kurs yang betul-betul menginjak rupiah menjadikan Indonesia sebagai Surga mereka. Mereka bisa menikmati apartemen tengah kota yang mewah dengan harga setara dengan rumah gubug kecil di negaranya, bisa menikmati vila puncak dengan harga beli setara dengan kontrak setahun rumah kecil di negaranya, mereka bisa berbisnis meng"amplopi" pejabat untuk dapat mengeruk kekayaan SDA Indonesia dan membawanya pulang ke negara asalnya, mereka bisa makan, minum seenaknya karena harga yang sangat murah dan lain sebagainya :(
Tapi kenapa Indonesia tidak layak masuk daftar?
Entahlah Saya tidak tahu. Yang Saya tahu adalah hidup di Indonesia itu sungguh enak. Orang-orang yang ramah, hidup kalau tidak neko-neko ya bisa hidup, Alam yang melimpah ruah kayanya, budaya yang plural, tetangga yang selalu siap membantu dan lainnya. Mungkin Andalah yang lebih tahu mengapa.
Tapi nasib menjadi rakyat kecil... Yang kaya tambah kaya, yang miskin tambah miskin...
Sebentar lagi, cepat atau lambat harga BBM akan naik. Alasan pemerintah karena harga minyak dunia yang melambung pasca perang Irak. Jadi subsidi BBM yang biasa keluar 30 Triliun membengkak menjadi 60 Triliun. Kalau menurut kalkulasi Saya, 60 Triliun bukanlah angka yang besar dibanding kekayaan Indonesia. Andai saja kekayaan itu tidak dicuri Amerika (Exxon dan Freeport) dan sekutunya, mungkin Indonesia tidak bernasib seperti sekarang. Seharusnya yang menjadi korban bukan rakyat kecil yang taat membayar pajak. Konglomerat-konglomerat hitam yang memarkirkan uang negara di rekening banknya itulah yang patut dikenai pajak yang lebih tinggi. Mobil-mobil mewah yang berkeliaran dijalan itulah yang seharusnya dikenai pajak yang tinggi. Ekspat-ekspat yang masuk itulah yang seharusnya dikenai pajak yang lebih tinggi untung menutupi Subsidi BBM yang kurang itu. Karena terus terang, harga BBM sekarang (Rp. 1810,-/liter) itu tidak berarti apa-apa buat para ekspat...
Rakyat kecil yang mendorong gerobak bakso justru menjadi korban. Pedagang kaki dan pedagang asongan, nelayan dan beberapa usaha "rendah" yang justru menjadi kekuatan ekonomi Indonesia harus rela dikorbankan (lagi?).
Percayalah, negara-negara maju tersebut tak akan maju seperti sekarang tanpa "bantuan Indonesia"... Indonesia adalah surga bagi para ekspat. Maka sudah selayaknya Indonesia menjadi layak huni (livable)... "Indonesia, dooonnng!!!