Monday, January 24, 2005
Ini Australia, Bung!
Ini benar-benar pengalaman nyata dan gak dibuat-buat. Kejadian ini terjadi hari Rabu malam tgl 19 Januari 2005 yang lalu atau malam Idul Adha apabila Anda ikut sholat hari Kamis.
Kejadiannya begini, malam itu jam 11 malam, Saya pergi ke Perth International Airport menjemput Ayah Saya yang kebetulan mendapat kesempatan datang kesini. Pada waktu keluar dari imigrasi dan semua barang telah dicek dan digeledah, semua barang diberikan ke Saya yang pada waktu itu ada 2 barang besar dan 1 tas kecil. Waktu taksi datang, Saya sudah ingat bahwa ada 3 barang. 2 barang udah Saya masukin dan tinggal 1 barang yakni tas kecil. Trolley diambil oleh Ayah Saya dan tentu dalam pikiran Saya, tas kecil sudah clear alias mungkin sudah diamankan oleh Ayah Saya (yang memang Saya kenal sangat teliti). Akhirnya kita pulang naik taksi tersebut.
Alangkah terkejutnya ketika taksi tersebut sudah masuk di suburb Saya dan sudah dekat dengan rumah, Ayah bertanya, "Tas kecilnya ayah mana Rani?". *jreng jreng* Saya langsung kaget setengah mati karena memang Saya kira sudah diambil Ayah. Saya tau bahwa disetiap perjalanan, tas kecil itu selalu berisi dokumen dan barang berharga lainnya. Aaaahh Saya langsung panik dan berusaha menenangkan diri sambil berdoa. Ayah Saya juga panik dan sudah pasrah. Bayangkan, ternyata di dalam tas itu ada uang sekolah Saya yang berjumlah AUD$10.000 atau sekitar 70 Juta (kurs 1 dolar=Rp.7000,-), beberapa uang US Dollar (Gak tau berapa jumlahnya), kamera, 3 buah HP (salah satunya adalah Nokia 9500), dompet Ayah Saya dan yang paling penting adalah Paspor dan Visa. Saking pasrahnya Ayah, beliau sampai berucap, "Uangnya sih gak apa-apa, tapi dokumennya itu lho". Hah???!!! Tetap saja dalam hati Saya tidak terima. Itu uang bukan uang kecil! Tapi sebuah ungkapan optimis yang selalu Saya pegang dan diucapkan Ayah Saya, "Uang itu bisa dicari" membuat Saya akhirnya sedikit bisa tenang. Langsung Saya suruh taksi berbalik arah ke airport lagi guna "mencoba keberuntungan" apakah barang tersebut akan kembali.
Hmm mungkin kejadian diatas adalah kesalahan kita berdua. Tapi sebagai anak (apalagi orang jawa :P), Saya siap untuk disalahkan. Saya jadi teringat ada sebuah filosofi ember yang selalu digunakan orang tua di jawa (secara sadar ataupun tidak). Pada suatu hari ada seorang anak meletakkan ember di tengah jalan dan orang tuanya lewat dan tersandung ember tersebut. Dengan enteng orang tua itupun berkata "Heh!!!?? Mbok embernya itu ditaruh di tempatnya tho! Pada hari berikutnya, giliran si orang tua yang meletakkan ember dan si anak yang tersandung ember itu. Si orang tua lagi-lagi dengan enteng berkata, "mbok matanya itu dipake buat ngeliat thooo..".. Hmmm begitulah kira-kira nasib jadi anak Jawa :P apapun yang dikatakan orang tua mungkin akan selalu dianggap benar dengan alasan "lebih berpengalaman". Hmm tapi terkadang juga ada betulnya :)
Entah kenapa dalam perjalanan ke airport, Saya merasa sangat tenang sekali. Saya sudah pasrah. Satu hal yang membuat Saya yakin adalah satu kalimat, "Ini Australia, bung!". Mengapa Saya berkata begitu? Karena Saya yakin Australia itu berbeda dengan Indonesia dari segala hal. Ekonomi, Budaya, ketertiban serta kesejahteraan masyarakat. Consequently, tingkat kriminalitas juga jauh berbeda.
Sesampai di bandara, langsung Saya menemui Security yang jaga. Mereka menyatakan diri tidak tahu. Saya ke kantor Security-nya, namun sudah tutup karena memang sudah tengah malam. Tak disangka, Saya melihat petugas pengambil trolley dengan santai berjalan keatas sambil membawa tas Ayah dan tanpa membuang banyak waktu, orang itu Saya kejar dan Saya panggil. Orang itupun ke bawah sambil tersenyum enteng.
"That's my bag, sir," begitu Saya mengawali pembicaraan. Langsung tas itu diberikan kepada Saya sambil dia menceritakan gimana kejadiannya dia menemukan tas itu. "I was going to take this bag to the security office upstairs because that one has already closed," begitu penjelasannya. Orang itupun diberi tip oleh Ayah Saya karena telah menyelamatkan tas yang menjadi "sumber kehidupan" kami. Sangat mengejutkan, orang itu berkata "Please check all inside, I really haven't seen what's inside and just to make sure that nobody opened it before I took it," katanya. Oh begitu jujurnya dia sampai-sampai dia belum membuka apa isi tas tersebut. Sungguh luar biasa. Orang yang tidak mengenal Islam (yang selalu diajarkan untuk jujur) tapi bersikap sangat jujur melebihi orang Islam sendiri. Thanks, sir....
Dalam perjalanan pulang ke rumah, Ayah hanya bilang, "itu kalo orang Jawa sudah hilang tas itu". Saya pun menambahkan "Atau tasnya jadi enteng soalnya isinya udah dikuras habis"... Kita pun tertawa berdua setelah sport jantung bersama :) "itu tandanya uangnya halal, dik!" kata ayah lagi. Amien deh yaaahh :)
Hmm yang menjadi pertanyaan sekarang, kok bisa ada orang yang jujur seperti itu, padahal dia hanyalah petugas trolley dan tidak tergoda sedikitpun untuk mengetahui "apa di dalam tas tersebut". Gimana kira-kira cara membentuk manusia seperti ini ya? Salut memang, inilah salah satu keindahan hidup di Australia....
Ini Australia, bung...!
Kejadiannya begini, malam itu jam 11 malam, Saya pergi ke Perth International Airport menjemput Ayah Saya yang kebetulan mendapat kesempatan datang kesini. Pada waktu keluar dari imigrasi dan semua barang telah dicek dan digeledah, semua barang diberikan ke Saya yang pada waktu itu ada 2 barang besar dan 1 tas kecil. Waktu taksi datang, Saya sudah ingat bahwa ada 3 barang. 2 barang udah Saya masukin dan tinggal 1 barang yakni tas kecil. Trolley diambil oleh Ayah Saya dan tentu dalam pikiran Saya, tas kecil sudah clear alias mungkin sudah diamankan oleh Ayah Saya (yang memang Saya kenal sangat teliti). Akhirnya kita pulang naik taksi tersebut.
Alangkah terkejutnya ketika taksi tersebut sudah masuk di suburb Saya dan sudah dekat dengan rumah, Ayah bertanya, "Tas kecilnya ayah mana Rani?". *jreng jreng* Saya langsung kaget setengah mati karena memang Saya kira sudah diambil Ayah. Saya tau bahwa disetiap perjalanan, tas kecil itu selalu berisi dokumen dan barang berharga lainnya. Aaaahh Saya langsung panik dan berusaha menenangkan diri sambil berdoa. Ayah Saya juga panik dan sudah pasrah. Bayangkan, ternyata di dalam tas itu ada uang sekolah Saya yang berjumlah AUD$10.000 atau sekitar 70 Juta (kurs 1 dolar=Rp.7000,-), beberapa uang US Dollar (Gak tau berapa jumlahnya), kamera, 3 buah HP (salah satunya adalah Nokia 9500), dompet Ayah Saya dan yang paling penting adalah Paspor dan Visa. Saking pasrahnya Ayah, beliau sampai berucap, "Uangnya sih gak apa-apa, tapi dokumennya itu lho". Hah???!!! Tetap saja dalam hati Saya tidak terima. Itu uang bukan uang kecil! Tapi sebuah ungkapan optimis yang selalu Saya pegang dan diucapkan Ayah Saya, "Uang itu bisa dicari" membuat Saya akhirnya sedikit bisa tenang. Langsung Saya suruh taksi berbalik arah ke airport lagi guna "mencoba keberuntungan" apakah barang tersebut akan kembali.
Hmm mungkin kejadian diatas adalah kesalahan kita berdua. Tapi sebagai anak (apalagi orang jawa :P), Saya siap untuk disalahkan. Saya jadi teringat ada sebuah filosofi ember yang selalu digunakan orang tua di jawa (secara sadar ataupun tidak). Pada suatu hari ada seorang anak meletakkan ember di tengah jalan dan orang tuanya lewat dan tersandung ember tersebut. Dengan enteng orang tua itupun berkata "Heh!!!?? Mbok embernya itu ditaruh di tempatnya tho! Pada hari berikutnya, giliran si orang tua yang meletakkan ember dan si anak yang tersandung ember itu. Si orang tua lagi-lagi dengan enteng berkata, "mbok matanya itu dipake buat ngeliat thooo..".. Hmmm begitulah kira-kira nasib jadi anak Jawa :P apapun yang dikatakan orang tua mungkin akan selalu dianggap benar dengan alasan "lebih berpengalaman". Hmm tapi terkadang juga ada betulnya :)
Entah kenapa dalam perjalanan ke airport, Saya merasa sangat tenang sekali. Saya sudah pasrah. Satu hal yang membuat Saya yakin adalah satu kalimat, "Ini Australia, bung!". Mengapa Saya berkata begitu? Karena Saya yakin Australia itu berbeda dengan Indonesia dari segala hal. Ekonomi, Budaya, ketertiban serta kesejahteraan masyarakat. Consequently, tingkat kriminalitas juga jauh berbeda.
Sesampai di bandara, langsung Saya menemui Security yang jaga. Mereka menyatakan diri tidak tahu. Saya ke kantor Security-nya, namun sudah tutup karena memang sudah tengah malam. Tak disangka, Saya melihat petugas pengambil trolley dengan santai berjalan keatas sambil membawa tas Ayah dan tanpa membuang banyak waktu, orang itu Saya kejar dan Saya panggil. Orang itupun ke bawah sambil tersenyum enteng.
"That's my bag, sir," begitu Saya mengawali pembicaraan. Langsung tas itu diberikan kepada Saya sambil dia menceritakan gimana kejadiannya dia menemukan tas itu. "I was going to take this bag to the security office upstairs because that one has already closed," begitu penjelasannya. Orang itupun diberi tip oleh Ayah Saya karena telah menyelamatkan tas yang menjadi "sumber kehidupan" kami. Sangat mengejutkan, orang itu berkata "Please check all inside, I really haven't seen what's inside and just to make sure that nobody opened it before I took it," katanya. Oh begitu jujurnya dia sampai-sampai dia belum membuka apa isi tas tersebut. Sungguh luar biasa. Orang yang tidak mengenal Islam (yang selalu diajarkan untuk jujur) tapi bersikap sangat jujur melebihi orang Islam sendiri. Thanks, sir....
Dalam perjalanan pulang ke rumah, Ayah hanya bilang, "itu kalo orang Jawa sudah hilang tas itu". Saya pun menambahkan "Atau tasnya jadi enteng soalnya isinya udah dikuras habis"... Kita pun tertawa berdua setelah sport jantung bersama :) "itu tandanya uangnya halal, dik!" kata ayah lagi. Amien deh yaaahh :)
Hmm yang menjadi pertanyaan sekarang, kok bisa ada orang yang jujur seperti itu, padahal dia hanyalah petugas trolley dan tidak tergoda sedikitpun untuk mengetahui "apa di dalam tas tersebut". Gimana kira-kira cara membentuk manusia seperti ini ya? Salut memang, inilah salah satu keindahan hidup di Australia....
Ini Australia, bung...!