Sunday, January 30, 2005
Roda
Sebuah nasehat bijak yang sering dilontarkan oleh banyak orang adalah "hidup itu seperti roda, ia akan terus berputar dan berputar. Kadang diatas, kadang dibawah". Saya termasuk yang tidak setuju dengan ungkapan ini. Penyebabnya adalah menurut Saya pribadi, ini adalah ungkapan yang benar tapi menyesatkan. Ingat, benar tapi menyesatkan.
Mengapa?
Gampang saja, karena roda itu ternyata tidak selamanya berputar. Kadang si roda berhenti, kadang ia mundur, ia berputar ke belakang, ketika ia menemui batu di jalan maka ia akan menemui ganjalan, ia akan goyang. Terlebih, roda tak selamanya berjalan di aspal yang mulus. Terkadang ia berjalan di tempat yang mulus ala jalan tol. Kadang berjalan di tempat yang becek, penuh dengan lumpur. Atau ia berjalan di jalan yang penuh dengan lubang.
Roda Anda dan roda Sayapun tidak sama. Sehingga, roda tidak begitu saja bisa digeneralisir sama seperti ungkapan diatas. Rodaku Good Year, rodamu bisa saja Michellin ataupun GT Radial. Malahan, rodaku bisa asli, tapi rodamu bisa aja palsu yang beli di pasar maling. Walaupun sama kegunaannya, tapi tentu berbeda kualitas :p
Roda berhenti itu banyak penyebabnya. Bisa jadi rodanya kempis, bocor atau rodanya malah lepas. Ada juga kemungkinan lain yakni sang pengendara menginginkan ia berhenti. Dengan menginjak rem, roda akan pelan-pelan berhenti. Ada juga kemungkinan-kemungkinan lain akan berhentinya roda.
Roda yang bocor, selayaknya ia ditambal. Roda yang kempis, sudah seharusnya ia dipompa. Roda yang sudah tipis dan usang, sudah selayaknya diganti dengan roda-roda yang lain. Atau dalam bahasa Jerman, ban serep :p
Roda yang tiba-tiba pelan juga bisa diindikasikan. Indikasinya mungkin ia tahu bahwa di depan akan ada batu yang mengganjal. Ia tahu di depan akan ada polisi tidur (don't take it literally :p). Ini biasa Saya analogikan sebagai ganjalan dalam hidup. Hidup memang tak selamanya mulus. Kadang kita butuh pelan, kadang kita butuh cepat. kadang kita perlu berhenti, bahkan kadang kita perlu berlari super cepat, bahkan kita perlu berhenti selamanya.
Andai saja Saya dengan terpaksa boleh memberi penghargaan kepada anggota tubuh mobil secara individual, maka secara yakin Saya lebih appreciate kepada roda dan menganugerahkan penghargaan ini. Karena pada dasarnya, rodalah yang telah berjasa mengantar kita kemanapun kita pergi. Rodalah yang bisa belok dan ia akan patuh pada perintah kita yang menyetirnya.
Mesin pun protes, "enak aja, Ran. Gue yang udah sekuat tenaga sampe kentut mulu di knalpot, eh malah bos Rani milih Roda".
Saya pun berujar enteng, "Ya sudah, biar adil Saya pisahkan kalian. Ayo, lepaskan semua atribut mobil". Akhirnya semua anggota mobil Saya pisahkan.
Sekarang kamu Saya tanya mesin, "Bisakah kamu mengantar Saya ke kampus?"
Mesin menjawab kepada Rani, "wah ya gak bisa boss.. Kan gak ada rodanya?". Dalam hatiku, "Gue bilang juga apa. Dasar lu mesin goblog. Gue jual baru tau rasa lo".
Giliran roda Saya tanya, "Roda, bisakah kamu antar saya ke kampus?". Roda menjawab, "Bisa bos, tapi bos harus cari tempat duduk diatas. Karena roda juga bisa berjalan tanpa mesin. Cukup digelindingkan saja Saya. Tapi ingat ya bos, roda gak bisa jalan sendiri, yang menjadi sopir adalah bos Rani sendiri," ungkapnya.
Orang yang berpegang teguh pada prinsip paling atas tadi, ia akan menjalani hidup dengan seadanya dan santai dengan berpikir, "Toh roda ini berputar. Logikanya, kalau roda akan senantiasa berputar, suatu saat Saya pasti akan berada diatas. Pasti!!".
Padahal nyatanya tidak semudah itu, roda itu bukan berputar, tapi diputar. Roda itu bukan bergelinding, tapi ia digelindingkan. Jadi, posisi roda hanya sebuah benda yang pasif saja. Ia tidak bisa bergerak, tetapi ia bisa digerakkan.
Untuk bisa hidup berada diatas itu sungguh butuh perjuangan tinggi. Kalau Anda merangkak dari bawah, maka Anda menghadapi tanjakan tajam keatas. Apabila Anda berada ditengah-tengah, maka pilihan sulit tetap akan menghantui, "Anda mau jatuh ke bawah, bertahan di tengah, atau tetap fight agar bisa naik keatas?". Andai sudah diatas maka pertanyaannya pun berubah, "Anda mau jatuh ke tengah yang lebih dekat atau jatuh ke bawah yang agak jauh?"
Ungkapan roda tadi memberi Saya sebuah pertanyaan yang pertanyaan ini membawa Saya pribadi pada ketidak-setujuan pada falsafah hidup diatas.
Anda mau jadi roda yang selalu berputar-putar tak jelas arah atau jadi pengendara roda yang setidaknya (kalau tidak ada halangan atau katakanlah kecelakaan) Anda bisa mengendalikan roda sesuai kemampuan Anda?
Singkatnya, Anda mau jadi roda atau jadi pengendara roda? Silakan memilih :)
Life is one long process of getting tired
- Samuel Butler
Mengapa?
Gampang saja, karena roda itu ternyata tidak selamanya berputar. Kadang si roda berhenti, kadang ia mundur, ia berputar ke belakang, ketika ia menemui batu di jalan maka ia akan menemui ganjalan, ia akan goyang. Terlebih, roda tak selamanya berjalan di aspal yang mulus. Terkadang ia berjalan di tempat yang mulus ala jalan tol. Kadang berjalan di tempat yang becek, penuh dengan lumpur. Atau ia berjalan di jalan yang penuh dengan lubang.
Roda Anda dan roda Sayapun tidak sama. Sehingga, roda tidak begitu saja bisa digeneralisir sama seperti ungkapan diatas. Rodaku Good Year, rodamu bisa saja Michellin ataupun GT Radial. Malahan, rodaku bisa asli, tapi rodamu bisa aja palsu yang beli di pasar maling. Walaupun sama kegunaannya, tapi tentu berbeda kualitas :p
Roda berhenti itu banyak penyebabnya. Bisa jadi rodanya kempis, bocor atau rodanya malah lepas. Ada juga kemungkinan lain yakni sang pengendara menginginkan ia berhenti. Dengan menginjak rem, roda akan pelan-pelan berhenti. Ada juga kemungkinan-kemungkinan lain akan berhentinya roda.
Roda yang bocor, selayaknya ia ditambal. Roda yang kempis, sudah seharusnya ia dipompa. Roda yang sudah tipis dan usang, sudah selayaknya diganti dengan roda-roda yang lain. Atau dalam bahasa Jerman, ban serep :p
Roda yang tiba-tiba pelan juga bisa diindikasikan. Indikasinya mungkin ia tahu bahwa di depan akan ada batu yang mengganjal. Ia tahu di depan akan ada polisi tidur (don't take it literally :p). Ini biasa Saya analogikan sebagai ganjalan dalam hidup. Hidup memang tak selamanya mulus. Kadang kita butuh pelan, kadang kita butuh cepat. kadang kita perlu berhenti, bahkan kadang kita perlu berlari super cepat, bahkan kita perlu berhenti selamanya.
Andai saja Saya dengan terpaksa boleh memberi penghargaan kepada anggota tubuh mobil secara individual, maka secara yakin Saya lebih appreciate kepada roda dan menganugerahkan penghargaan ini. Karena pada dasarnya, rodalah yang telah berjasa mengantar kita kemanapun kita pergi. Rodalah yang bisa belok dan ia akan patuh pada perintah kita yang menyetirnya.
Mesin pun protes, "enak aja, Ran. Gue yang udah sekuat tenaga sampe kentut mulu di knalpot, eh malah bos Rani milih Roda".
Saya pun berujar enteng, "Ya sudah, biar adil Saya pisahkan kalian. Ayo, lepaskan semua atribut mobil". Akhirnya semua anggota mobil Saya pisahkan.
Sekarang kamu Saya tanya mesin, "Bisakah kamu mengantar Saya ke kampus?"
Mesin menjawab kepada Rani, "wah ya gak bisa boss.. Kan gak ada rodanya?". Dalam hatiku, "Gue bilang juga apa. Dasar lu mesin goblog. Gue jual baru tau rasa lo".
Giliran roda Saya tanya, "Roda, bisakah kamu antar saya ke kampus?". Roda menjawab, "Bisa bos, tapi bos harus cari tempat duduk diatas. Karena roda juga bisa berjalan tanpa mesin. Cukup digelindingkan saja Saya. Tapi ingat ya bos, roda gak bisa jalan sendiri, yang menjadi sopir adalah bos Rani sendiri," ungkapnya.
Orang yang berpegang teguh pada prinsip paling atas tadi, ia akan menjalani hidup dengan seadanya dan santai dengan berpikir, "Toh roda ini berputar. Logikanya, kalau roda akan senantiasa berputar, suatu saat Saya pasti akan berada diatas. Pasti!!".
Padahal nyatanya tidak semudah itu, roda itu bukan berputar, tapi diputar. Roda itu bukan bergelinding, tapi ia digelindingkan. Jadi, posisi roda hanya sebuah benda yang pasif saja. Ia tidak bisa bergerak, tetapi ia bisa digerakkan.
Untuk bisa hidup berada diatas itu sungguh butuh perjuangan tinggi. Kalau Anda merangkak dari bawah, maka Anda menghadapi tanjakan tajam keatas. Apabila Anda berada ditengah-tengah, maka pilihan sulit tetap akan menghantui, "Anda mau jatuh ke bawah, bertahan di tengah, atau tetap fight agar bisa naik keatas?". Andai sudah diatas maka pertanyaannya pun berubah, "Anda mau jatuh ke tengah yang lebih dekat atau jatuh ke bawah yang agak jauh?"
Ungkapan roda tadi memberi Saya sebuah pertanyaan yang pertanyaan ini membawa Saya pribadi pada ketidak-setujuan pada falsafah hidup diatas.
Anda mau jadi roda yang selalu berputar-putar tak jelas arah atau jadi pengendara roda yang setidaknya (kalau tidak ada halangan atau katakanlah kecelakaan) Anda bisa mengendalikan roda sesuai kemampuan Anda?
Singkatnya, Anda mau jadi roda atau jadi pengendara roda? Silakan memilih :)
Life is one long process of getting tired
- Samuel Butler