Friday, March 18, 2005
Tulisan Dahlan Iskan
Salah satu dari sekian banyak tulisan yang Saya suka adalah gaya penulisan Dahlan Iskan. Saya lupa persisnya entah dari kapan Saya menyukainya, namun kira-kira sejak 3-5 tahun yang lalu ketika Saya duduk di bangku SMU. Pernah ketemu dengan beliau seingat Saya 2 kali. Pertama, ketika dia berkunjung ke Perth 12-14 tahun yang lalu ketika Ayah Saya menyelesaikan study beasiswa S-2nya disini dan ketika itu Saya masih SD kelas 2 kalau tidak salah. Pertemuan kedua berlangsung beberapa tahun lalu, Saya masih ingat waktu itu selepas sholat tarawih di bulan Ramadhan Saya diajak ke Graha Pena karena Ayah ada rapat dengan beliau. Kalau ada pertemuan yang lain, berarti itu diluar ingatan Saya.
Mungkin kalau Anda bertemu dengannya, tak sedikitpun sosok CEO Jawapos melekat padanya. Ini bisa dilihat dari penampilan luar taipan media Jatim yang memiliki kurang lebih 140 anak perusahaan di seluruh Indonesia (radar-radarnya). Kaos oblong, training dan sepatu cats adalah seragamnya ketika Saya bertemu untuk kedua kalinya. Konon katanya, inilah seragam dia sehari-hari di Graha Pena (kantor Jawapos). Sosok yang sederhana.
Salah satu filosofi hidupnya yang Saya ingat sampai sekarang berbunyi kurang lebih begini. Sejak kecil, Saya tidak mempunyai cita-cita. Cita-cita yang Saya punya itu tidak statis dan selalu dinamis. Artinya, cita-cita Saya bisa berubah setiap saat. Cita-cita yang dinamis adalah cita-cita orang yang tidak gampang putus asa. Ketika ia gagal dengan satu cita-cita, maka ia tidak down, ia berdiri lagi dan mencari cita-cita yang lain.
Kembali ke soal tulisan. Saya menulis soal Dahlan soalnya kemarin ada satu tulisan dia yang Saya suka yakni tentang pembelian Sampoerna oleh Philip Morris. Tulisan yang profesional namun tetap mengikuti alur sebuah "catatan" yaitu personal. Berbeda dengan artikel-artikel opini yang biasanya ada di rubrik koran yang biasanya menggunakan bahasa P.hd (cenderung show off) padahal yang membaca adalah orang lulusan SMP, misalnya.
Tak lupa, analisa Dahlan tentang pembelian Sampoerna yang sangat jeli. Diantaranya:
Memanfaatkan iklan sampoerna, Dahlan menutup catatannya dengan kalimat tidak "Basa-basi"!
I love the way he wrote it... :) Terlepas dari itu semua, kita tunggu beberapa tahun kedepan mengenai analisa "ilmiah" keluarga Sampoerna tersebut. Apabila benar terjadi, berarti NU telah salah dulu mendirikin rokok "berjudul" Tali Jagat. Hehehehe soalnya, bisnis ini akan tidak marketable di masa yang akan datang. We'll see....
Mungkin kalau Anda bertemu dengannya, tak sedikitpun sosok CEO Jawapos melekat padanya. Ini bisa dilihat dari penampilan luar taipan media Jatim yang memiliki kurang lebih 140 anak perusahaan di seluruh Indonesia (radar-radarnya). Kaos oblong, training dan sepatu cats adalah seragamnya ketika Saya bertemu untuk kedua kalinya. Konon katanya, inilah seragam dia sehari-hari di Graha Pena (kantor Jawapos). Sosok yang sederhana.
Salah satu filosofi hidupnya yang Saya ingat sampai sekarang berbunyi kurang lebih begini. Sejak kecil, Saya tidak mempunyai cita-cita. Cita-cita yang Saya punya itu tidak statis dan selalu dinamis. Artinya, cita-cita Saya bisa berubah setiap saat. Cita-cita yang dinamis adalah cita-cita orang yang tidak gampang putus asa. Ketika ia gagal dengan satu cita-cita, maka ia tidak down, ia berdiri lagi dan mencari cita-cita yang lain.
Kembali ke soal tulisan. Saya menulis soal Dahlan soalnya kemarin ada satu tulisan dia yang Saya suka yakni tentang pembelian Sampoerna oleh Philip Morris. Tulisan yang profesional namun tetap mengikuti alur sebuah "catatan" yaitu personal. Berbeda dengan artikel-artikel opini yang biasanya ada di rubrik koran yang biasanya menggunakan bahasa P.hd (cenderung show off) padahal yang membaca adalah orang lulusan SMP, misalnya.
Tak lupa, analisa Dahlan tentang pembelian Sampoerna yang sangat jeli. Diantaranya:
- Tidak ada yang tahu mau kemana uang 18 triliun itu dibawa kecuali keluarga sampoerna sendiri.
- Sebenarnya, uang 18 triliun itupun jika direksa danakan atau didepositkan maka sebulan akan menghasilkan 150 miliar (edaaaannnnn...). Ada yang kurang gak hidup sebulan 150 miliar? atau bingung cara ngabisin? hehehe
- 2 alasan untama mengapa keluarga sampoerna meninggalkan bisnis rokok. Pertama, alasan "ilmiah" bahwa dimasa depan orang akan jarang merokok walhasil, bisnis rokokpun bukan suatu yang menguntungkan. Salah satu tolak ukur mungkin kampanye merokok dapat merusak kesehatan maupun perda yang baru saja dikeluarkan pemerintah DKI Jakarta dan tidak menutup kemungkinan dimasa depan akan diikuti oleh propinsi lain. Alasan kedua adalah alasan moral. Jual rokok itu sama dengan bandar narkoba. Merusak dan meracuni masyarakat (kok sadarnya baru sekarang ya setelah berpuluh-puluh tahun? hehehe ngumpulin duit dulu kali yee :p)
- Peninggalan Sampoerna oleh keluarganya berakhir dengan khusnul khatimah (happy ending). Keluarga puas, sampoerna jatuh ke tangan ahlinya, industri rokok Indonesia berkibar, bursa indonesia pun mencatat rekor dan kedepannya akan semakin banyak investor datang.
Memanfaatkan iklan sampoerna, Dahlan menutup catatannya dengan kalimat tidak "Basa-basi"!
I love the way he wrote it... :) Terlepas dari itu semua, kita tunggu beberapa tahun kedepan mengenai analisa "ilmiah" keluarga Sampoerna tersebut. Apabila benar terjadi, berarti NU telah salah dulu mendirikin rokok "berjudul" Tali Jagat. Hehehehe soalnya, bisnis ini akan tidak marketable di masa yang akan datang. We'll see....