Wednesday, August 17, 2005
Karena Kita Berani
Acara Big Brother 2005 Australia telah berakhir semalam yang lalu. Kalau tidak tau apa itu Big Brother (BB), BB adalah acara reality show mewah yang mirip dengan Penghuni Terakhir (Petir) Indonesia. Mengapa saya bilang mewah? Karena hadiahnya untuk tahun ini adalah sebesar AUD$836.000 atau kalau dikonversikan ke rupiah, kurang lebih 6 miliar Rupiah. Format acaranya juga sama, yaitu ada 20 orang yang belum kenal satu sama lain, dari berbagai karakter, berkumpul di BB's house, terisolasi di dalam rumah, tidak ada kontak dengan dunia luar selama 100 hari, dan selama 100 hari itu, satu per satu orang di ekstradisi keluar rumah berdasar polling sms. Yang menarik, puluhan kamera ada di rumah itu, 24 jam sehari 7 hari per minggu, full mengawasi gerak gerik semua orang di rumah itu. Pengawasnya bernama Big Brother dan kita juga melihatnya :)
Menengok kebelakang, keberadaan BB sebenarnya adalah ide atau representasi dari pemerintahan yang otoriter dimana setiap gerak diawasi dan apa kemauan penguasa harus dituruti. Kalau ada yang melanggar, hukuman siap menanti. Ada juga yang bilang bahwa BB adalah analogi tuhan dimana kita diliat setiap hari dan setiap saat. Tapi dari situlah sebenarnya format acara ini berangkat.
Sebenarnya bagi penduduk negeri kanguru, bukanlah hal yang aneh diawas oleh kamera. Surveillance, begitulah mereka memanggilnya terkadang sangat mengganggu bagi saya. Aneh aja rasanya setiap gerakan kita diawasi. Di kampus ada banyak sekali kamera surveillance. Di pertokoan, perkotaan, di bandara, di kelas, di tempat umum, di bank, di stasiun dan lain-lain. Risih aja walaupun saya kadang cuek. Tapi kalau dipikir, kebebasan kita sedikit terusik. Kadang saya bertanya ke diri saya sendiri, "negara ini terlalu berhati-hati atau memang negara penakut?".
Ingatan saya kembali ke Indonesia. Negara yang nyaman sekali dalam urusan ini. Jarang sekali ada kamera-kamera pengintai seperti itu. Semua orang bebas melakukan apa saja. Kalaupun ada kamera surveillance, itupun hanya di tempat2x yang benar2x memerlukannya. Aneh ya, negara yang katanya mengutamakan kebebasan individu tapi disisi lain ada pengawasan kamera surveillance yang sangat ketat.
Saya pernah ke bank dan seorang petugas pernah bertanya, "Is your house on insurance?". Dengan santai saya jawab, "No". Dia kaget setengah mati dan menanggapi dengan mimik aneh, "Are you serious?". "Yes I am," begitu jawab saya. Saya tak menyangka dia bisa kaget seperti itu. Tetapi yang saya tau, sebagian besar masyarakat sini ikut asuransi untuk semua propertinya. Dari rumah, isi rumah, , masa depan, mobil dan kesehatan. Maka pak Maliki, rektor Unmuh Surabaya pernah berkata "Disini maling juga dipelihara". Jadi ada interaksi timbal balik antara perusahaan asuransi, pelanggan dan maling. Saya sendiri tidak mengasuransikan barang2x saya. Saya hanya mengambil asuransi kesehatan karena tanpa asuransi kesehatan, kalau kita sakit pasti akan jauh lebih mahal bisa mencapai ribuan dolar. Akhirnya, mau tak mau saya harus gamble dengan kesehatan saya.
Bagi kita orang Indonesia, pasti sangat jarang sekali orang ikut asuransi. Selain memang untuk makan aja pas-pasan, kita dari dulu sudah berprinsip "semua itu adalah milik tuhan", "semua itu ada yang mengatur", dan "semua itu ada yang membalas" yaitu Tuhan. Barang hilang digondol maling, yah mau gimana lagi? mungkin orang itu lebih membutuhkan daripada kita.
Ada pelajaran disini yang saya dapat. Kita, orang Indonesian sejak dulu diajarkan untuk BERANI. Ada Bonekmania yang setia dan berani mati membela Persebaya, ada The Viking suporter Persib Bandung yang selalu akur dengan bonekmania, ada Aremania yang selalu berkelahi dengan bonekmania dan ada The Jakmania suporter setia Persija yang selalu berkelahi dengan The viking. Ada pasukan berani mati, dan pasukan2x pemberani yang lainnya.
Kita berani, maka dari itu kamera-kamera pengintai tidak perlu diadakan di negeri kita. Kita berani, maka dari itu jarang dari orang kita untuk ikut asuransi. Kita berani, maka dari itu kita jangan takut dengan pendektean negara asing. Kita berani, karena kita punya sumanto, kita punya robot gedhek, kita punya kolor ijo, kita punya banyak dukun, kita punya banyak tukang santet, kita punya banyak paranormal dan kita punya banyak preman di terminal yang siap membela negara apabila ada yang macem2x :)
tentu tak lupa...
Dan KITA BERANI , maka dari kita dulu melawan meriam, bom dan tembakan hanya dengan sepucuk bambu runcing. Namun nyatanya kita menang, walau dengan pengorbanan yang besar.
MERDEKA, bung!! 60 tahun kita merdeka. Negara ini sudah cukup cobaan dan masalah. Mestinya ke depan, kita lebih kuat untuk "hidup". Amien3x....
Menengok kebelakang, keberadaan BB sebenarnya adalah ide atau representasi dari pemerintahan yang otoriter dimana setiap gerak diawasi dan apa kemauan penguasa harus dituruti. Kalau ada yang melanggar, hukuman siap menanti. Ada juga yang bilang bahwa BB adalah analogi tuhan dimana kita diliat setiap hari dan setiap saat. Tapi dari situlah sebenarnya format acara ini berangkat.
Sebenarnya bagi penduduk negeri kanguru, bukanlah hal yang aneh diawas oleh kamera. Surveillance, begitulah mereka memanggilnya terkadang sangat mengganggu bagi saya. Aneh aja rasanya setiap gerakan kita diawasi. Di kampus ada banyak sekali kamera surveillance. Di pertokoan, perkotaan, di bandara, di kelas, di tempat umum, di bank, di stasiun dan lain-lain. Risih aja walaupun saya kadang cuek. Tapi kalau dipikir, kebebasan kita sedikit terusik. Kadang saya bertanya ke diri saya sendiri, "negara ini terlalu berhati-hati atau memang negara penakut?".
Ingatan saya kembali ke Indonesia. Negara yang nyaman sekali dalam urusan ini. Jarang sekali ada kamera-kamera pengintai seperti itu. Semua orang bebas melakukan apa saja. Kalaupun ada kamera surveillance, itupun hanya di tempat2x yang benar2x memerlukannya. Aneh ya, negara yang katanya mengutamakan kebebasan individu tapi disisi lain ada pengawasan kamera surveillance yang sangat ketat.
Saya pernah ke bank dan seorang petugas pernah bertanya, "Is your house on insurance?". Dengan santai saya jawab, "No". Dia kaget setengah mati dan menanggapi dengan mimik aneh, "Are you serious?". "Yes I am," begitu jawab saya. Saya tak menyangka dia bisa kaget seperti itu. Tetapi yang saya tau, sebagian besar masyarakat sini ikut asuransi untuk semua propertinya. Dari rumah, isi rumah, , masa depan, mobil dan kesehatan. Maka pak Maliki, rektor Unmuh Surabaya pernah berkata "Disini maling juga dipelihara". Jadi ada interaksi timbal balik antara perusahaan asuransi, pelanggan dan maling. Saya sendiri tidak mengasuransikan barang2x saya. Saya hanya mengambil asuransi kesehatan karena tanpa asuransi kesehatan, kalau kita sakit pasti akan jauh lebih mahal bisa mencapai ribuan dolar. Akhirnya, mau tak mau saya harus gamble dengan kesehatan saya.
Bagi kita orang Indonesia, pasti sangat jarang sekali orang ikut asuransi. Selain memang untuk makan aja pas-pasan, kita dari dulu sudah berprinsip "semua itu adalah milik tuhan", "semua itu ada yang mengatur", dan "semua itu ada yang membalas" yaitu Tuhan. Barang hilang digondol maling, yah mau gimana lagi? mungkin orang itu lebih membutuhkan daripada kita.
Ada pelajaran disini yang saya dapat. Kita, orang Indonesian sejak dulu diajarkan untuk BERANI. Ada Bonekmania yang setia dan berani mati membela Persebaya, ada The Viking suporter Persib Bandung yang selalu akur dengan bonekmania, ada Aremania yang selalu berkelahi dengan bonekmania dan ada The Jakmania suporter setia Persija yang selalu berkelahi dengan The viking. Ada pasukan berani mati, dan pasukan2x pemberani yang lainnya.
Kita berani, maka dari itu kamera-kamera pengintai tidak perlu diadakan di negeri kita. Kita berani, maka dari itu jarang dari orang kita untuk ikut asuransi. Kita berani, maka dari itu kita jangan takut dengan pendektean negara asing. Kita berani, karena kita punya sumanto, kita punya robot gedhek, kita punya kolor ijo, kita punya banyak dukun, kita punya banyak tukang santet, kita punya banyak paranormal dan kita punya banyak preman di terminal yang siap membela negara apabila ada yang macem2x :)
tentu tak lupa...
Dan KITA BERANI , maka dari kita dulu melawan meriam, bom dan tembakan hanya dengan sepucuk bambu runcing. Namun nyatanya kita menang, walau dengan pengorbanan yang besar.
MERDEKA, bung!! 60 tahun kita merdeka. Negara ini sudah cukup cobaan dan masalah. Mestinya ke depan, kita lebih kuat untuk "hidup". Amien3x....