Friday, February 17, 2006
Pantas 21
Bukan, ini bukan nama bioskop pemutar film di daerah Pantas. Memang, banyak bioskop dibawah bendera 21 menurut tempat. Cilandak 21 atau Pondok Indah XX1, misalnya. Tapi, sudah saya katakan kalau ini bukan bioskop.
Pantas atau tidak pantas. Dalam pengukuran sebuah objek, pantas dan tidak pantas adalah ukuran yang sukar untuk diukur. Sistem nilainya tidak jelas. Mungkin kalau dijadikan sebuah penggaris, ukuran kepantasannya bergaris, namun tidak ada angkanya.
Orang bertelanjang dada di tempat ibadah, pantas? Orang yang memakai hijab di pantai, pantas?
Bagi orang yang memegang teguh standar kelayakan pakaian di tempat umum, pakaian2x itu tidak pantas. Coba dibalik, mungkin lebih pantas.
Dari sini kita tau, kepantasan ternyata juga berhubungan dengan tempat dan setting. Walaupun saya tetap menggunakan kata mungkin untuk menunjukkan probabilitas dan sebagai pengingat bahwa kepantasan bukan ukuran sesungguhnya.
"Anda masih muda, masih 21"
"ah nggak juga, saya udah merasa udzur. Apalagi melihat anak-anak cerdas yang jauh lebih muda"
"Tapi kan masih 21, still long way to go"
"Saya merasa tidak pantas 21. Apalagi kalau saya masih suka merengek minta uang atau masih main PS sambil jingkrak2x. Kayaknya bukan hanya long, pak! Tapi long long long long..."
Satu sisi merasa pantas, sisi lain merasa tidak pantas. Bagi saya sekarang bukan merasa tua atau tidak. Tapi, pantaskah saya 21?
Walaupun bukan variabel exact, tetapi setidaknya menyamakan variabel kepantasan (kelakuan, prestasi, dll) dan variabel angka (umur) akan sedikit membantu menilik sebuah kepantasan. Sistem nilainya, susun standar masing-masing.
Itu, ternyata, jauh lebih penting daripada merengek ke tetangga sembari berkata "Saya sudah tua ya, jeng" atau "edan lu, secara gue masih kinclong, lu kira gue kakek2x"
Pantaskah saya 21?
Ah, biar lebih fair, mungkin...agak pantas kali ya.
Udah pakai "mungkin", "agak" dan "kali ya". Akhirnya, hasil akhir kepantasan adalah "hmm... kayaknya.."
Pantas atau tidak pantas. Dalam pengukuran sebuah objek, pantas dan tidak pantas adalah ukuran yang sukar untuk diukur. Sistem nilainya tidak jelas. Mungkin kalau dijadikan sebuah penggaris, ukuran kepantasannya bergaris, namun tidak ada angkanya.
Orang bertelanjang dada di tempat ibadah, pantas? Orang yang memakai hijab di pantai, pantas?
Bagi orang yang memegang teguh standar kelayakan pakaian di tempat umum, pakaian2x itu tidak pantas. Coba dibalik, mungkin lebih pantas.
Dari sini kita tau, kepantasan ternyata juga berhubungan dengan tempat dan setting. Walaupun saya tetap menggunakan kata mungkin untuk menunjukkan probabilitas dan sebagai pengingat bahwa kepantasan bukan ukuran sesungguhnya.
"Anda masih muda, masih 21"
"ah nggak juga, saya udah merasa udzur. Apalagi melihat anak-anak cerdas yang jauh lebih muda"
"Tapi kan masih 21, still long way to go"
"Saya merasa tidak pantas 21. Apalagi kalau saya masih suka merengek minta uang atau masih main PS sambil jingkrak2x. Kayaknya bukan hanya long, pak! Tapi long long long long..."
Satu sisi merasa pantas, sisi lain merasa tidak pantas. Bagi saya sekarang bukan merasa tua atau tidak. Tapi, pantaskah saya 21?
Walaupun bukan variabel exact, tetapi setidaknya menyamakan variabel kepantasan (kelakuan, prestasi, dll) dan variabel angka (umur) akan sedikit membantu menilik sebuah kepantasan. Sistem nilainya, susun standar masing-masing.
Itu, ternyata, jauh lebih penting daripada merengek ke tetangga sembari berkata "Saya sudah tua ya, jeng" atau "edan lu, secara gue masih kinclong, lu kira gue kakek2x"
Pantaskah saya 21?
Ah, biar lebih fair, mungkin...agak pantas kali ya.
Udah pakai "mungkin", "agak" dan "kali ya". Akhirnya, hasil akhir kepantasan adalah "hmm... kayaknya.."