Friday, November 24, 2006
Fully-Corruption
Beberapa hari ini baru pulang dari Margaret River dan beberapa kota sebelah south west Western Australia (Bunbury, Busselton, Augusta, dll) untuk mengantar tamu. Kesannya sama seperti dulu ketika pertama kali tur south east and west WA yaitu enak dan nyaman dengan nuansa nature yang kental. Well, mungkin karena saya suka driving jadi terasa nyaman aja ditambah dengan infrastruktur jalan yang bagus. Perbandingannya, kalau Perth-Margaret River berjarak 300km bisa ditempuh dalam waktu 3 jam, sedangkan di Indonesia, jarak Surabaya-Lumajang (I was born here) 150km namun ditempuh dalam waktu 3 jam. Membutuhkan waktu yang sama persis dengan jarak 2 kali lipat. Weits, tunggu dulu, saya pikir kalau hari begini bisa lebih lama lagi berkendara dari Surabaya-Lumajang karena si LUSI ;)
Well, I'm kinda sick of that so I won't talk about it. Ada satu yang berkesan dari perjalanan ini.
Kita berhenti di winery, tempat dimana orang membuat wine, perkebunan anggur, maupun wine-tasting untuk mengetahui prosesnya. Penjaga di setiap winery ternyata bukan penjaga sembarangan. At least, mereka bisa menerangkan cara meminum wine yang berbeda dengan minum biasa, menjelaskan filosofi dibalik wine dan lainnya. Mulai dari memegang gelasnya sampai pembuatannya. Yes, Saya baru tahu kalo ada "tata cara" tertentu dalam meminum wine. I learnt a lot from it which I consider as a pretty good experience.
Ketika berbincang, tamu saya berujar "So, winery is a good business here?". Penjaganya menjawab "oh certainly yes, but not in Indonesia. bad business". Perlu diketahui bahwa dia sudah mengetahui kita dari Indonesia.
Mengapa bad business? Karena orang Indonesia tak minum wine? Mungkin saja tapi tak sepenuhnya benar bahkan penjaganya (yang pernah lama tinggal di pulau Lombok) bilang "no". I bet there are countless people who drink in private areas. "Arabs do drink. I have many arabs friends who drink even more than I used to drink," katanya.
Alasan yang paling besar mengapa berbisnis wine tidak menguntungkan di Indonesia adalah korupsi. Saya masih ingat apa yang di bilang tentang Indonesia "fully-corruption". Kata2x ini ga bisa hilang dari ingatan saya. Mengapa fully corruption?
Di Indonesia, menurut keterangan dia, hanya ada 5 importir wine yang sudah berlisensi pemerintah. Siapa? I don't know. Ingin saya mengorek lebih lanjut dari dia tetapi saya waktu itu lagi malas membicarakan hal begitu. Hanya dia menjelaskan bahwa yang mengimpor ya "penggede-penggede" itu. Entah siapa, entah mafia, pejabat, cukong, cendana or whoever I don't know. Lebih tragis lagi, untuk mengimpor wine, sang exportir harus "membayar" ke orang yang memberi lisensi. Thats what he means by fully corruption. Bayangkan, ada orang yang mau investasi (berbisnis) or kasarannya ngasih duit ke negara kita, ternyata orang yang mau ngasih duit ke kita itu harus bayar dulu sebelum ngasih duit? apa gak aneh hal-hal semacam itu. Sick! Percuma lah SBY mau keliling negara2x mengundang investor untuk menanamkan uang di Indonesia kalo mental orang2x kita masih begitu. Mending rubah dulu yang di dalam. Sampai kapanpun ga akan berkembang because they have to pay money to give money. Pay money to give money?!! are you out of your mind?! Emangnya investor itu goblok apa?
Coba hilangkan dulu stigma dari diri kita bahwa orang Indonesia tidak minum wine (hey, it's bullsh*t for some). Masih banyak yang wine-lovers dan sembunyi2x bahkan tak jarang yang sekedar mengoleksi botolnya. Kalau 1 wine harganya 300ribu untuk sekian ml, berapa untung cukong2x itu dengan beribu2x botol wine yang terjual? It's a big business tapi sayangnya hanya segelintir orang diuntungkan baik secara tax maupun sales.
Saya sih cuma menjawab "yes, that's my country and thats how it goes" sambil menahan malu. Semoga kemaluan itu masih tetap ada di negara kita. Sehingga kita tak malu tiap kali menyebut "I'm from Indonesia".
Do you feel that?
Well, I'm kinda sick of that so I won't talk about it. Ada satu yang berkesan dari perjalanan ini.
Kita berhenti di winery, tempat dimana orang membuat wine, perkebunan anggur, maupun wine-tasting untuk mengetahui prosesnya. Penjaga di setiap winery ternyata bukan penjaga sembarangan. At least, mereka bisa menerangkan cara meminum wine yang berbeda dengan minum biasa, menjelaskan filosofi dibalik wine dan lainnya. Mulai dari memegang gelasnya sampai pembuatannya. Yes, Saya baru tahu kalo ada "tata cara" tertentu dalam meminum wine. I learnt a lot from it which I consider as a pretty good experience.
Ketika berbincang, tamu saya berujar "So, winery is a good business here?". Penjaganya menjawab "oh certainly yes, but not in Indonesia. bad business". Perlu diketahui bahwa dia sudah mengetahui kita dari Indonesia.
Mengapa bad business? Karena orang Indonesia tak minum wine? Mungkin saja tapi tak sepenuhnya benar bahkan penjaganya (yang pernah lama tinggal di pulau Lombok) bilang "no". I bet there are countless people who drink in private areas. "Arabs do drink. I have many arabs friends who drink even more than I used to drink," katanya.
Alasan yang paling besar mengapa berbisnis wine tidak menguntungkan di Indonesia adalah korupsi. Saya masih ingat apa yang di bilang tentang Indonesia "fully-corruption". Kata2x ini ga bisa hilang dari ingatan saya. Mengapa fully corruption?
Di Indonesia, menurut keterangan dia, hanya ada 5 importir wine yang sudah berlisensi pemerintah. Siapa? I don't know. Ingin saya mengorek lebih lanjut dari dia tetapi saya waktu itu lagi malas membicarakan hal begitu. Hanya dia menjelaskan bahwa yang mengimpor ya "penggede-penggede" itu. Entah siapa, entah mafia, pejabat, cukong, cendana or whoever I don't know. Lebih tragis lagi, untuk mengimpor wine, sang exportir harus "membayar" ke orang yang memberi lisensi. Thats what he means by fully corruption. Bayangkan, ada orang yang mau investasi (berbisnis) or kasarannya ngasih duit ke negara kita, ternyata orang yang mau ngasih duit ke kita itu harus bayar dulu sebelum ngasih duit? apa gak aneh hal-hal semacam itu. Sick! Percuma lah SBY mau keliling negara2x mengundang investor untuk menanamkan uang di Indonesia kalo mental orang2x kita masih begitu. Mending rubah dulu yang di dalam. Sampai kapanpun ga akan berkembang because they have to pay money to give money. Pay money to give money?!! are you out of your mind?! Emangnya investor itu goblok apa?
Coba hilangkan dulu stigma dari diri kita bahwa orang Indonesia tidak minum wine (hey, it's bullsh*t for some). Masih banyak yang wine-lovers dan sembunyi2x bahkan tak jarang yang sekedar mengoleksi botolnya. Kalau 1 wine harganya 300ribu untuk sekian ml, berapa untung cukong2x itu dengan beribu2x botol wine yang terjual? It's a big business tapi sayangnya hanya segelintir orang diuntungkan baik secara tax maupun sales.
Saya sih cuma menjawab "yes, that's my country and thats how it goes" sambil menahan malu. Semoga kemaluan itu masih tetap ada di negara kita. Sehingga kita tak malu tiap kali menyebut "I'm from Indonesia".
Do you feel that?