Tuesday, May 31, 2005
Quick Update
Saat kuliah Jurnalistik dan searah dengan hobi Saya yakni fotografi, ada satu poin yang harus dipegang yaitu membuat sesuatu yang tidak menarik menjadi menarik. Kalau sudah menarik sih tidak apa-apa. Lalu apa hubungannya? Kita lihat.
Berita menarik minggu ini adalah obviously, Schapelle Corby. Selalu menjadi headline di surat kabar disini sampai Saya pun bosan. Beberapa poin fakta dan pendapat Saya pribadi:
aahh biarlah.. Alhamdulillah masih bisa sabar :) What's your opinion?
Berita menarik minggu ini adalah obviously, Schapelle Corby. Selalu menjadi headline di surat kabar disini sampai Saya pun bosan. Beberapa poin fakta dan pendapat Saya pribadi:
- Pemberitaan media terhadap Corby terlalu over-whelmed (berlebihan).
- Foto yang terpampang selalu wajah Corby sedang menangis histeris.
- Siapa sih yang nggak kasian melihat wanita muda menangis di pengadilan?
- Dengan begitu masyarakat akan iba terhadapnya.(Ingat, kekuatan foto jauh lebih dahsyat daripada kata-kata)
- Andai saja yang terpasang adalah wajah Corby sedang tertawa, maka reaksi masyarakat tidak akan begitu.
- Konsulat RI disini pada hari Jum'at lalu dijaga ketat oleh polisi.
- Warga Australia seolah-olah menuduh Indonesia tidak berterima kasih atas segala bantuannya termasuk Tsunami. Rupanya, perlu ada pembelajaran khusus membedakan antara bantuan kemanusiaan dan hukum yang harus ditegakkan.
- Tindakan seperti "Ban Bali" adalah tindakan yang lucu. Apa bisa masyarakat sini hidup tanpa Bali? Daerah yang indah, warm, murah, pantai dan tidak pernah ada winter? aaahh teori... Sepengetahuan Saya, orang Australia itu suka air. Tak heran jika rumah di dekat air (sungai atau pantai) pasti milik orang kaya soalnya pasti mahal. Dan tak heran pula banyak perenang lahir dari Australia.
- Menurut berita di TV, keluarga Corby sudah dikontrak eksklusif untuk pemberitaan. (uang adalah ujungnya?)
- Bagi Saya, bom dan drugs itu kejam. Tapi drugs lebih kejam karena ia bisa merusak generasi Saya bahkan generasi sesudah Saya kelak.
- Semoga ini adalah awal Indonesia menjadi negara terhormat kembali. Tidak takut dan tidak tergantung dengan negara adidaya. Amien. Long live Indonesia...
aahh biarlah.. Alhamdulillah masih bisa sabar :) What's your opinion?
Monday, May 23, 2005
Inovasi Rokok?
Tentu jauh2x hari sebelum Philip Morris memutuskan untuk menguasi dan membeli Sampoerna, Ia sudah menyiapkan strategy untuk mengandaskan "thesis" bahwa di masa mendatang manusia akan meninggalkan rokok karena alasan kesehatan. Entah apa strategy itu hanya dia dan Tuhan yang tau.
Tapi mungkin, "inovasi" industri rokok mungkin membuatnya yakin akan prospek rokok. Disini misalnya, pakar kesehatan sudah "mencak2x" untuk melarang penjualan rokok dengan rasa buah (fruit-flavored cigarettes). Rokok rasa buah? Ya, ternyata bukan ice cream dan permen aja yang rasa buah tapi juga rokok. Mau rasa apel? Pisang? Strawberry? hehehe semua deh ada disini :p
Kita tunggu aja, apa mungkin Phillip Morris akan bermain rokok rasa buah di Indonesia (atau sudah ada?)? Siapa tau dimasa yang akan datang ada rokok yang tidak merusak kesehatan. Hehehe who nows :)
Kalau sudah begini, apakah manusia akan berhenti merokok? Anak2x muda yang katanya tak menjadi target pasar rokok buah ini pasti kelak penasaran dengan rokok rasa buah. Anak muda yang gemar mencoba, akhirnya pun kelak ketagihan. Hmm...
Pic: Herald Sun
Tapi mungkin, "inovasi" industri rokok mungkin membuatnya yakin akan prospek rokok. Disini misalnya, pakar kesehatan sudah "mencak2x" untuk melarang penjualan rokok dengan rasa buah (fruit-flavored cigarettes). Rokok rasa buah? Ya, ternyata bukan ice cream dan permen aja yang rasa buah tapi juga rokok. Mau rasa apel? Pisang? Strawberry? hehehe semua deh ada disini :p
Kita tunggu aja, apa mungkin Phillip Morris akan bermain rokok rasa buah di Indonesia (atau sudah ada?)? Siapa tau dimasa yang akan datang ada rokok yang tidak merusak kesehatan. Hehehe who nows :)
Kalau sudah begini, apakah manusia akan berhenti merokok? Anak2x muda yang katanya tak menjadi target pasar rokok buah ini pasti kelak penasaran dengan rokok rasa buah. Anak muda yang gemar mencoba, akhirnya pun kelak ketagihan. Hmm...
Pic: Herald Sun
Sunday, May 22, 2005
Menghargai Harga
Ada sebuah pertanyaan. "Apakah harga itu?"
Kalau bertanya kepada pedagang di pasar, ia akan menjawab "harga itu ya angka2x yang diganti dengan uang". Kalau bertanya kepada pelayan di toko, "harga itu adalah sebuah kertas kecil yang tertera di sebuah barang". Kalau bertanya kepada bosnya pelayan itu, "harga adalah berapa duit yang Saya kelak dapet agar modal tertutupi dan Saya untung".
Kalau bertanya kepada seorang manager pemasaran, mungkin jawabannya akan begini, "harga adalah ekspresi nilai sebuah barang". Atau mungkin "harga adalah estimasi nilai yang kiranya setara dengan nilai barang, dengan dibarengi kemampuan pembeli untuk membeli". Kalau bertanya kepada pedagang ulung, dia akan menjawab "harga adalah sebuah permainan. Kalau yang datang pake mobil Kijang thn 90an, ya harganya segini. Tapi kalau dateng pake BMW, yaa harganya naik" :)
Yah begitulah definisi harga. Pada dasarnya harga itu berbeda definisi. Tetapi dengan perbedaan definisi, toh kita masih memakainya sebagai standar nilai sebuah benda.
Saya berpikir, jawaban diatas adalah jawaban-jawaban yang lumrah, wajar dan sesuai dengan kaidah arti sebuah harga. Tetapi coba tanyakan arti harga kepada seorang pemulung.
Mungkin, mereka akan menjawab "harga adalah bagaimana Saya mendapatkan barang-barang yang tak berharga itu, dan dengan kemampuan Saya sebisanya, membuat barang2x tak berharga itu menjadi berharga".
Jawaban inilah yang saat ini ada di pikiran Saya. Waktu itu Saya sedang berfantasi Saya adalah seorang pemulung dan dengan kesadaran Saya bukan sebagai pemulung, Saya sadar bahwa jawaban pemulung tadi adalah jawaban yang paling cerdas.
Saya, atau kita katakanlah, sering meremehkan seorang pemulung. Memakai baju compang-camping, topi bekas berwarna hitam yang sebenarnya berwarna dasar putih, tongkat berada di tangan, menyusuri tumpukan sampah, dan kita menganggap mereka tidak berharga.
Sebenarnya apa sih makna sebuah harga? Berapa hargamu? Berapa hargaku? Berapa harganya? Berapa harga rumah? Berapa harga mobil? Berapa harga istana? Berapa harga pemulung? Berapa harga jabatan? Berapa harga domain? Berapa?
Ya, berapa? Dua suku kata yang terdiri atas ber- dan -apa. Berapa adalah kata yang paling pas untuk mengikuti kata harga.
Mengapa bukan, Apa harganya? Mengapa harganya? Dimana harganya? atau mungkin, bagaimana harganya?
Karena memang harga adalah sebuah kata yang selalu memprioritaskan kuantitas. Pembeli, jarang sekali mempunyai pedoman bahwa sebenarnya kualitas adalah nilai yang tertera pada sebuah harga. Walhasil, ketika memilih sebuah benda, yang dilihat terlebih dahulu adalah label harga dan bukan kualitasnya bagaimana.
Kualitas bagus, harga juga bagus (baca: mahal). Kualitasnya jelek, harga juga jelek (baca: murah). Sama halnya dengan manusia. Kualitas ok, harga juga ok.
Tapi yang membedakan manusia dengan sebuah benda adalah manusia tidak ada yang tidak berharga. Semua manusia menjadi berharga karena sebenarnya manusialah yang menetapkan harga-harga itu.
Sehingga, tidak ada manusia yang tidak berharga. Yang ada hanya manusia yang lupa bahwa harga dirinya adalah keseimbangan antara kualitas dia sebagai manusia dan bagaimana kuantitas dia dalam menghargai manusia-manusia di sekitarnya dengan harga manusia sebagai sebuah organisme yang lebih dari sekedar hidup.
Mempunyai otak yang menghasilkan ide dengan berpikir, mempunyai hati yang menghasilkan rasa dengan merasa, dan mengkolaborasikan otak dan hati menjadi sebuah AKAL.
Sehingga definisi harga menurut Saya adalah DENGAN MENGGUNAKAN AKAL (otak dan hati!), menetapkan sebuah kuantitas nilai yang kiranya sesuai dengan kualitas produk, sehingga yang lain pun dapat menghargai seharga harga "yang ditawarkan" :)
Kalau bertanya kepada pedagang di pasar, ia akan menjawab "harga itu ya angka2x yang diganti dengan uang". Kalau bertanya kepada pelayan di toko, "harga itu adalah sebuah kertas kecil yang tertera di sebuah barang". Kalau bertanya kepada bosnya pelayan itu, "harga adalah berapa duit yang Saya kelak dapet agar modal tertutupi dan Saya untung".
Kalau bertanya kepada seorang manager pemasaran, mungkin jawabannya akan begini, "harga adalah ekspresi nilai sebuah barang". Atau mungkin "harga adalah estimasi nilai yang kiranya setara dengan nilai barang, dengan dibarengi kemampuan pembeli untuk membeli". Kalau bertanya kepada pedagang ulung, dia akan menjawab "harga adalah sebuah permainan. Kalau yang datang pake mobil Kijang thn 90an, ya harganya segini. Tapi kalau dateng pake BMW, yaa harganya naik" :)
Yah begitulah definisi harga. Pada dasarnya harga itu berbeda definisi. Tetapi dengan perbedaan definisi, toh kita masih memakainya sebagai standar nilai sebuah benda.
Saya berpikir, jawaban diatas adalah jawaban-jawaban yang lumrah, wajar dan sesuai dengan kaidah arti sebuah harga. Tetapi coba tanyakan arti harga kepada seorang pemulung.
Mungkin, mereka akan menjawab "harga adalah bagaimana Saya mendapatkan barang-barang yang tak berharga itu, dan dengan kemampuan Saya sebisanya, membuat barang2x tak berharga itu menjadi berharga".
Jawaban inilah yang saat ini ada di pikiran Saya. Waktu itu Saya sedang berfantasi Saya adalah seorang pemulung dan dengan kesadaran Saya bukan sebagai pemulung, Saya sadar bahwa jawaban pemulung tadi adalah jawaban yang paling cerdas.
Saya, atau kita katakanlah, sering meremehkan seorang pemulung. Memakai baju compang-camping, topi bekas berwarna hitam yang sebenarnya berwarna dasar putih, tongkat berada di tangan, menyusuri tumpukan sampah, dan kita menganggap mereka tidak berharga.
Sebenarnya apa sih makna sebuah harga? Berapa hargamu? Berapa hargaku? Berapa harganya? Berapa harga rumah? Berapa harga mobil? Berapa harga istana? Berapa harga pemulung? Berapa harga jabatan? Berapa harga domain? Berapa?
Ya, berapa? Dua suku kata yang terdiri atas ber- dan -apa. Berapa adalah kata yang paling pas untuk mengikuti kata harga.
Mengapa bukan, Apa harganya? Mengapa harganya? Dimana harganya? atau mungkin, bagaimana harganya?
Karena memang harga adalah sebuah kata yang selalu memprioritaskan kuantitas. Pembeli, jarang sekali mempunyai pedoman bahwa sebenarnya kualitas adalah nilai yang tertera pada sebuah harga. Walhasil, ketika memilih sebuah benda, yang dilihat terlebih dahulu adalah label harga dan bukan kualitasnya bagaimana.
Kualitas bagus, harga juga bagus (baca: mahal). Kualitasnya jelek, harga juga jelek (baca: murah). Sama halnya dengan manusia. Kualitas ok, harga juga ok.
Tapi yang membedakan manusia dengan sebuah benda adalah manusia tidak ada yang tidak berharga. Semua manusia menjadi berharga karena sebenarnya manusialah yang menetapkan harga-harga itu.
Sehingga, tidak ada manusia yang tidak berharga. Yang ada hanya manusia yang lupa bahwa harga dirinya adalah keseimbangan antara kualitas dia sebagai manusia dan bagaimana kuantitas dia dalam menghargai manusia-manusia di sekitarnya dengan harga manusia sebagai sebuah organisme yang lebih dari sekedar hidup.
Mempunyai otak yang menghasilkan ide dengan berpikir, mempunyai hati yang menghasilkan rasa dengan merasa, dan mengkolaborasikan otak dan hati menjadi sebuah AKAL.
Sehingga definisi harga menurut Saya adalah DENGAN MENGGUNAKAN AKAL (otak dan hati!), menetapkan sebuah kuantitas nilai yang kiranya sesuai dengan kualitas produk, sehingga yang lain pun dapat menghargai seharga harga "yang ditawarkan" :)
Tuesday, May 17, 2005
Garuda Indonesia
Mungkin, salah satu rute berpenghasilan besar bagi Garuda Indonesia adalah rute Perth-Denpasar. Berbagai keuntungan ada disana. Jarak yang tidak terlalu jauh, waktu tempuh yang tidak terlalu panjang, terkenalnya BALI bagi warga negeri John Howard, tidak ada perbedaan waktu antara Perth dan Bali dan tentu saja, Bali adalah tempat murah bagi warga Australia. Memang, mind set masyarakat sini menyatakan bahwa Bali itu bagaimanapun juga terpisah dari Indonesia. Hehehe Bali ya Bali, Indonesia ya Indonesia. Terlebih, kalau kita ke travel agent disini, banyak brosur ttg Bali dan mungkin jarang (atau malah tidak ada?) brosur travel ttg Jakarta, Surabaya, Kalimantan maupun yang lainnya.
Hal ini rupanya dimanfaatkan betul oleh Garuda, tetapi disisi lain juga disia-siakan. Dimanfaatkan karena per hari, ada 2 flight pergi ke Denpasar, dan 1 flight malam kembali ke Perth. Jadi, tak heran banyak warga Australia yang hanya menghabiskan weekend (berangkat Jum'at, pulang Minggu) di Bali. Atau lebih parah lagi, berangkat pagi pulang malam. Harga tiketnya memang tidak begitu mahal (bagi warga Australia. Kalau bagi warga Indonesia, jangan tanyalah), jadi Bali itu kayak Jakarta-Bandung aja.
Disia-siakan karena servis yang kurang memuaskan. Terus terang, Saya belum pernah naik Garuda ke Perth. Tahun lalu sempat pake Qantas (Airlines-nya Australia) dan Singapore Airlines yang ketika itu harganya beda 1 dollar dari Garuda walaupun harus muter dulu ke Singapore tapi yang penting gratis :p Ini juga salah satu keanehan waktu itu. Pake Singapore Airlines yang namanya udah mendunia di dunia penerbangan harganya 1 dollar daripada Garuda. Hmmm...Padahal, Singapore Airlines memakai pesawat besar waktu itu (lupa pesawatnya :p) sedang Garuda pake Boeing 737-400. Terlebih lagi, Singapore Airlines ada personal TVnya (dengan film terkini) dan nintendo pulak! Di Garuda? heheh kayaknya ga ada deh :(
Kemarin pagi waktu kuliah, seorang tutor Saya bercerita kalau minggu lalu di ke Bali menikmati weekendnya (see, I told you :p). Satu hal yang memalukan namun tidak mengejutkan (bagi Saya), dia berkata "I found that Garuda service is not as good as other airlines". Glleeekk.... Bayangin kalian ada di kelas yang hanya terisi 15 orang, Anda orang Indonesia dan tutornya berkata ttg kejelekan Garuda Indonesia? uuuuhh pengen nutup muka rasanya.. hehehe aarrrggghhh.... hahaha
Biasalah begitu. Salah satu ketidakpuasannya adalah masalah pramugari yang kurang ramah. Entahlah, mungkin Garuda punya alasan tersendiri. Atau barangkali karena penuhnya pesawat tiap flight, sehingga mereka kewalahan? hmmm.. Mungkin, karena Garuda merasa dibutuhkan oleh warga Australia (terutama rute Perth-Denpasar), maka Garuda seenaknya aja. Apakah begitu? hehe taulah.. Bagaimana Garuda? ojo ngisin-ngisini po'o seh... :D
Yang jelas, Saya beranikan diri naik Garuda bulan Juni nanti :p Pengen merasakan servisnya untuk rute Perth-Denpasar. Kita lihat saja gimana servisnya buat seorang blogger *apa hubungannya sih*.. hehehe
Satu lagi update, ada sebuah acara kapan hari menayangkan lanjutan kasus Corby beserta 9 orang lain yang tertangkap atas kasus penyelundupan heroin. Di acara itu, reporternya berkeliling di Bali. Berjalan di pinggir jalan seraya bertanya kepada orang-orang disekelilingnya "Do you have drugs?" intinya begitu. Hmm ternyata sangat mudah dapet drugs di Bali itu. Mereka malah menawarkannya dengan bebas ke pengunjung.
Intinya, masyarakat Australia masih tidak puas. Analoginya begini, "lah wong di Bali sendiri banyak drugs beredar dengan mudah kok warga negaraku ditangkap?". hehehe adalagi yang berseloroh, "lah wong Imam Samudra yang membunuh ratusan orang aja masih hidup, masa' kita mau dihukum mati?". hehehe begitulah...
Tapi tenang, polisi Indonesia pintar menjawabnya "If we don't get the bigger fish, it doesn't matter we catch the smaller fish". Hehe biasalah orang Indonesia kan pinter ngomong, ngeyel dan nge-dodge (apalagi politisi :p). hehehe... Intinya, ga apalah ga nangkep bandar (ikan gede), ikan kecil pun ga apa. Daripada ga dapet sama sekali. Begitulah analoginya :)
ok, enough update for now. Minta doanya supaya diberi kemudahan ya?? udah mau akhir semester nih :) Untill then.
Hal ini rupanya dimanfaatkan betul oleh Garuda, tetapi disisi lain juga disia-siakan. Dimanfaatkan karena per hari, ada 2 flight pergi ke Denpasar, dan 1 flight malam kembali ke Perth. Jadi, tak heran banyak warga Australia yang hanya menghabiskan weekend (berangkat Jum'at, pulang Minggu) di Bali. Atau lebih parah lagi, berangkat pagi pulang malam. Harga tiketnya memang tidak begitu mahal (bagi warga Australia. Kalau bagi warga Indonesia, jangan tanyalah), jadi Bali itu kayak Jakarta-Bandung aja.
Disia-siakan karena servis yang kurang memuaskan. Terus terang, Saya belum pernah naik Garuda ke Perth. Tahun lalu sempat pake Qantas (Airlines-nya Australia) dan Singapore Airlines yang ketika itu harganya beda 1 dollar dari Garuda walaupun harus muter dulu ke Singapore tapi yang penting gratis :p Ini juga salah satu keanehan waktu itu. Pake Singapore Airlines yang namanya udah mendunia di dunia penerbangan harganya 1 dollar daripada Garuda. Hmmm...Padahal, Singapore Airlines memakai pesawat besar waktu itu (lupa pesawatnya :p) sedang Garuda pake Boeing 737-400. Terlebih lagi, Singapore Airlines ada personal TVnya (dengan film terkini) dan nintendo pulak! Di Garuda? heheh kayaknya ga ada deh :(
Kemarin pagi waktu kuliah, seorang tutor Saya bercerita kalau minggu lalu di ke Bali menikmati weekendnya (see, I told you :p). Satu hal yang memalukan namun tidak mengejutkan (bagi Saya), dia berkata "I found that Garuda service is not as good as other airlines". Glleeekk.... Bayangin kalian ada di kelas yang hanya terisi 15 orang, Anda orang Indonesia dan tutornya berkata ttg kejelekan Garuda Indonesia? uuuuhh pengen nutup muka rasanya.. hehehe aarrrggghhh.... hahaha
Biasalah begitu. Salah satu ketidakpuasannya adalah masalah pramugari yang kurang ramah. Entahlah, mungkin Garuda punya alasan tersendiri. Atau barangkali karena penuhnya pesawat tiap flight, sehingga mereka kewalahan? hmmm.. Mungkin, karena Garuda merasa dibutuhkan oleh warga Australia (terutama rute Perth-Denpasar), maka Garuda seenaknya aja. Apakah begitu? hehe taulah.. Bagaimana Garuda? ojo ngisin-ngisini po'o seh... :D
Yang jelas, Saya beranikan diri naik Garuda bulan Juni nanti :p Pengen merasakan servisnya untuk rute Perth-Denpasar. Kita lihat saja gimana servisnya buat seorang blogger *apa hubungannya sih*.. hehehe
Satu lagi update, ada sebuah acara kapan hari menayangkan lanjutan kasus Corby beserta 9 orang lain yang tertangkap atas kasus penyelundupan heroin. Di acara itu, reporternya berkeliling di Bali. Berjalan di pinggir jalan seraya bertanya kepada orang-orang disekelilingnya "Do you have drugs?" intinya begitu. Hmm ternyata sangat mudah dapet drugs di Bali itu. Mereka malah menawarkannya dengan bebas ke pengunjung.
Intinya, masyarakat Australia masih tidak puas. Analoginya begini, "lah wong di Bali sendiri banyak drugs beredar dengan mudah kok warga negaraku ditangkap?". hehehe adalagi yang berseloroh, "lah wong Imam Samudra yang membunuh ratusan orang aja masih hidup, masa' kita mau dihukum mati?". hehehe begitulah...
Tapi tenang, polisi Indonesia pintar menjawabnya "If we don't get the bigger fish, it doesn't matter we catch the smaller fish". Hehe biasalah orang Indonesia kan pinter ngomong, ngeyel dan nge-dodge (apalagi politisi :p). hehehe... Intinya, ga apalah ga nangkep bandar (ikan gede), ikan kecil pun ga apa. Daripada ga dapet sama sekali. Begitulah analoginya :)
ok, enough update for now. Minta doanya supaya diberi kemudahan ya?? udah mau akhir semester nih :) Untill then.
Tuesday, May 10, 2005
I Learn from Terry Vo
Namanya Terry Vo. Usianya masih 10 tahun dan perawakannya kurus. Ia tinggal di pinggiran kota Perth. Seperti anak kecil lainnya, ia suka bermain, loncat-loncat, kejar-kejaran dan seolah-olah tidak ada beban di dalam hidupnya. Hari itu hari sabtu, hari kedua paskah (easter) setelah hari libur "Good Friday". Tidak ada yang istimewa hari itu. Ia memilih menghabiskan waktunya bermain basket dibelakang rumahnya. Orang sini memang biasa di belakang rumahnya ditaruh ring basket di atas garasi atau tepatnya di temboknya. Seperti impian semua orang agar bisa seperti mike (Michael Jordan) atau "like mike" (iklan Gatorade populer era 90an), ia belajar slam dunk. Hari itu juga, ia belajar slam dunk. Tapi, nasib berkata lain. Ketika ia slam dunk apa yang terjadi?
Tembok yang terbuat dari batu bata sangat berat itu hancur, roboh, runtuh menenggelamkan tubuhnya. Batu bata di Indonesia sama disini berbeda. Batu bata disini sangat tebal dan berat. Menenggelamkan tubuhnya? Iya benar...
Dan itu menyebabkan tangannya langsung putus tus tus atau englishnya, cut off straight away. Kakinya juga begitu. Bahkan dia bilang kalau untung saja tidak mengenai kepalanya, kalau tidak..... kepalanya bisa juga putus. Ketika kejadian itu, ambulan langsung datang. Ia masih di dalam reruntuhan itu tanpa tangan dan kakinya. Tangan dan kakinya yang terputus dimasukkan ke dalam ember dan ditaruh es.
Ketika dalam evakuasi, ia sangat tenang sekali. Bahkan dikatakan oleh salah seorang dokter "I've never met anyone quite like Terry Vo. First there's the sparkle in his eyes, the smile, then his courage, his calmness and his spirit". Pada saat itu, ayahnya bertanya kepada dia di reruntuhan apakah dia baik-baik saja. Ia jawab "I'm okay. I'm still alive, I'm okay" dengan sangat tenang.
Yang luar biasa lagi ketika ambulans datang, ia ditanya masih di dalam reruntuhan dengan sebuah pertanyaan "how old are you?"... Orang yang tidak tenang dan pesimis dia akan menjawab "I'm 10". Namun apa yang dijawab Terry Vo?
"I'm 10 and I've got 90 to go."... Bahasa Indonesianya, "Saya berumur 10 tahun dan Saya masih punya 90 tahun lagi".. Ini adalah kata-kata yang selalu Saya ingat ketika dia diwawancarai televisi.
Rupanya, rasa optimis, berani, tenang, berdampak pula kepada keberanian tim dokter untuk me re-attach tangannya. Akhirnya, tangannya berhasil disambung setelah benar-benar putus dari tubuhnya. Kakinya tidak bisa diselamatkan dan sekarang Terry Vo udah belajar menggerakkan jarinya :)
Pesan ku buat Terry Vo, "Good on you, matey!".. I can see you through your eyes on TV your calmness, brave, and not forgetting your sparkling little boy smile. Get well soon and becareful when you play basketball next time..." :)
Entahlah, apa dia masih bisa main basket dengan hilangnya kaki kirinya. Yang jelas, ia masih punya optimisme untuk hidup dan itu setidaknya membuat kita -terutama Saya- belajar banyak sama dia...
Mengulang kata-kata dia, Saya pun berucap "I'm 20 and I've got 90 to go..."
Masih banyak yang bisa dilakukan di hidup ini selain mengeluh, mengeluh dan mengeluh.. And today, I learn something from Terry Vo.. A brave little boy yang penuh dengan optimisme :)
Sumber bahan: Siaran TV 60 minutes dan theage.com
Tembok yang terbuat dari batu bata sangat berat itu hancur, roboh, runtuh menenggelamkan tubuhnya. Batu bata di Indonesia sama disini berbeda. Batu bata disini sangat tebal dan berat. Menenggelamkan tubuhnya? Iya benar...
Dan itu menyebabkan tangannya langsung putus tus tus atau englishnya, cut off straight away. Kakinya juga begitu. Bahkan dia bilang kalau untung saja tidak mengenai kepalanya, kalau tidak..... kepalanya bisa juga putus. Ketika kejadian itu, ambulan langsung datang. Ia masih di dalam reruntuhan itu tanpa tangan dan kakinya. Tangan dan kakinya yang terputus dimasukkan ke dalam ember dan ditaruh es.
Ketika dalam evakuasi, ia sangat tenang sekali. Bahkan dikatakan oleh salah seorang dokter "I've never met anyone quite like Terry Vo. First there's the sparkle in his eyes, the smile, then his courage, his calmness and his spirit". Pada saat itu, ayahnya bertanya kepada dia di reruntuhan apakah dia baik-baik saja. Ia jawab "I'm okay. I'm still alive, I'm okay" dengan sangat tenang.
Yang luar biasa lagi ketika ambulans datang, ia ditanya masih di dalam reruntuhan dengan sebuah pertanyaan "how old are you?"... Orang yang tidak tenang dan pesimis dia akan menjawab "I'm 10". Namun apa yang dijawab Terry Vo?
"I'm 10 and I've got 90 to go."... Bahasa Indonesianya, "Saya berumur 10 tahun dan Saya masih punya 90 tahun lagi".. Ini adalah kata-kata yang selalu Saya ingat ketika dia diwawancarai televisi.
Rupanya, rasa optimis, berani, tenang, berdampak pula kepada keberanian tim dokter untuk me re-attach tangannya. Akhirnya, tangannya berhasil disambung setelah benar-benar putus dari tubuhnya. Kakinya tidak bisa diselamatkan dan sekarang Terry Vo udah belajar menggerakkan jarinya :)
Pesan ku buat Terry Vo, "Good on you, matey!".. I can see you through your eyes on TV your calmness, brave, and not forgetting your sparkling little boy smile. Get well soon and becareful when you play basketball next time..." :)
Entahlah, apa dia masih bisa main basket dengan hilangnya kaki kirinya. Yang jelas, ia masih punya optimisme untuk hidup dan itu setidaknya membuat kita -terutama Saya- belajar banyak sama dia...
Mengulang kata-kata dia, Saya pun berucap "I'm 20 and I've got 90 to go..."
Masih banyak yang bisa dilakukan di hidup ini selain mengeluh, mengeluh dan mengeluh.. And today, I learn something from Terry Vo.. A brave little boy yang penuh dengan optimisme :)
Sumber bahan: Siaran TV 60 minutes dan theage.com
Friday, May 06, 2005
Kompas Bukan lagi Penunjuk Arah
Bayangkan saat ini kita sedang berada di atas sampan tua, di tengah laut dan kita sedang mengadakan petualangan ke sebuah pulau. Apesnya, semua bekal kita sudah habis sedang kita belum ada di pulau tersebut. Pada saat itu, ada seorang pembajak laut datang kepada kita. Dia meminta semua apa yang kita punya.
Hmm bayangin deh pada saat seperti itu. Akhirnya, semua barang yang tersisa kita berikan kepada pembajak laut tersebut. Pembajak itupun pergi. Namun, ada satu orang yang cerdas menyembunyikan satu alat di celana dalamnya. Alat apa itu?
KOMPAS.... hehehe
Tanpa Kompas kita tak akan tahu arah karena fungsi Kompas sebagai penunjuk arah mata angin secara tidak langsung memberikan hint navigasi. Petualang yang tersesat di hutan, nyawanya adalah sebuah Kompas. Tapi itu dulu, bung!
Ternyata, tak selamanya Kompas sukses menjadi penunjuk arah.
Kalo Anda punya magnet, dan Anda dekatkan kepada Kompas, maka ia bukan lagi petunjuk arah melainkan ia akan mengikuti kemana magnet itu pergi.
Kelemahan Kompas yang lain adalah kalau ia dibanting ia menjadi rusak. Ia rapuh dan bahkan ada beberapa Kompas yang terbuat dari plastik yang apabila ada kerikil-kerikil kecil berhembus dan mengenai Kompas tersebut, bisa-bisa ia akan rusak. Apalagi kalau Kompasnya udah tua dan usang.
Lagian, hari gini gituloh pake Kompas. Pake GPS dong :p
Cukup pencet beberapa tombol, kita sudah tahu dimana letak kita dan berapa jarak yang akan kita tempuh ke sebuah tempat. Mudah, praktis dan reliable serta up to date :) Pake teknologi dong...
Haree geneee gitu loh...
Beberapa blog terkait ttg Kompas:
Hmm bayangin deh pada saat seperti itu. Akhirnya, semua barang yang tersisa kita berikan kepada pembajak laut tersebut. Pembajak itupun pergi. Namun, ada satu orang yang cerdas menyembunyikan satu alat di celana dalamnya. Alat apa itu?
KOMPAS.... hehehe
Tanpa Kompas kita tak akan tahu arah karena fungsi Kompas sebagai penunjuk arah mata angin secara tidak langsung memberikan hint navigasi. Petualang yang tersesat di hutan, nyawanya adalah sebuah Kompas. Tapi itu dulu, bung!
Ternyata, tak selamanya Kompas sukses menjadi penunjuk arah.
Kalo Anda punya magnet, dan Anda dekatkan kepada Kompas, maka ia bukan lagi petunjuk arah melainkan ia akan mengikuti kemana magnet itu pergi.
Kelemahan Kompas yang lain adalah kalau ia dibanting ia menjadi rusak. Ia rapuh dan bahkan ada beberapa Kompas yang terbuat dari plastik yang apabila ada kerikil-kerikil kecil berhembus dan mengenai Kompas tersebut, bisa-bisa ia akan rusak. Apalagi kalau Kompasnya udah tua dan usang.
Lagian, hari gini gituloh pake Kompas. Pake GPS dong :p
Cukup pencet beberapa tombol, kita sudah tahu dimana letak kita dan berapa jarak yang akan kita tempuh ke sebuah tempat. Mudah, praktis dan reliable serta up to date :) Pake teknologi dong...
Haree geneee gitu loh...
Beberapa blog terkait ttg Kompas:
- Satria Kepencet, Whistleblower, Anonimitas dan Kompas oleh Priyadi
- Ketika Penerus Informasi Disomasi oleh Priyadi
- Cara Kompas menghadapi Kritik oleh Benny Chandra
- Kompas Semakin Rusak oleh Yulian Firdaus
- The Decline of Kompas oleh Eko Juniarto
- Tendangan Milis, ciaaaaat! oleh Aris
- Kompas vs BS oleh Harry Sufehmi
Monday, May 02, 2005
Menghargai Eksistensi Anak Kecil dan Mengubah Persepsi
Sudah menjadi tipikal orang kita, setidaknya menurut pengalaman Saya, eksistensi anak kecil, jarang atau mungkin tidak pernah diperhitungkan. Anak kecil atau anak-anak, sudah mulai dipangkas kekreatifannya dan bukan dikembangkan sejak ia kecil dan semua kekuasaan seolah2x menjadi milik orang tua. Dan kekuasaan orang tua terkadang absolut dengan dalih "gue yang cari duit" dan "gue yang ngelahirin elo". Dua tulisan yang pas mungkin tulisan Mas Priyadi tentang SMA 3 Bandung yang bercerita ttg guru (bukan orang tua!) menghina anak dengan ucapan "kalau sudah miskin jangan macam-macam!", dan tulisan yang "melawannya" adalah tulisan lawasnya Mbak Nurani Susilo di Inggris, ketika bagaimana anak itu dihargai eksistensinya dan anak itu bukan milik orang tua, ia milik Tuhan! Sebuah sistem yang luar biasa (Inggris) bagusnya ketika eksistensi anak dan hak-hak anak dijaga sejak ia masih di dalam kandungan.
Kata-kata atau kalimat-kalimat yang cukup familiar di telinga Saya dari dulu adalah "Anak kecil kok ikut-ikut". Kalau di Solo atau jogja sering orang tua bilang "Cah cilik kok melu-melu". Lain lagi orang Surabaya, "Opo ae kon iku, arek sa'iprit kok melu-melu". Sekali lagi, anak kecil menjadi "tidak berarti". Apalagi kalau udah bertemu dengan falsafah "pokoknya" yang sulit Saya temukan padanan Inggrisnya. "Pokoknya kamu harus gini gini gini", "Pokoknya kamu harus gitu". Anehnya, kata "pokoknya" lebih pas kalo diomongkan dalam bahasa Indonesia. Apa emang lahir di Indonesia yaa ungkapan "pokoknya"?
Hmm yang aneh lagi adalah ungkapan yang tidak logis. Dulu waktu kecil kita dibilangin "Gak boleh ngerokok yaa??!! Soalnya kamu belum bisa cari uang sendiri!" Hmm sebenarnya apa sih hubungan antara mencari uang sendiri dan larangan merokok? Apa berarti ketika sudah mencari uang sendiri merokok menjadi sebuah keharusan? Bukankah larangan merokok itu merusak kesehatan? Tetapi mengapa dihubungkan dengan mencari uang sendiri? Hmm kadang anak kecil mudah dibodohi memang.
Ketika Saya kelas 3 SMU, Saya dan kawan-kawan pernah membuat sebuah buku berjudul "The Journey in a Holy Jail". Dan didalam buku tersebuat Saya menulis dua buah tulisan dan salah satunya berbahasa Inggris ala kadarnya berjudul "The Clash of Generation". Judul ini terilhami oleh judul bukunya Samuel Huntington yakni "The Clash of Civilization". Dalam tulisan tersebut Saya bercerita tentang seorang anak kecil (berumur 3-6 tahun, lupa persisnya) yang sudah hafal nama nama Presiden dan menterinya serta struktur-struktur kenegaraan semacam presidentil dan parlementer. Sehingga membawa Saya pada suatu kesimpulan, pada suatu saat generasi-generasi yang ada akan salip-menyalip. Umur Saya yang 20, tidak menjamin bahwa Saya lebih pintar dari adik kelas Saya. Umur Anda yang 30 tahun keatas tidak mejamin Anda lebih pintar dari generasi 20an. Begitu selanjutnya dan seterusnya. Artinya memang umur itu hanya bilangan, dan sebuah ilmu bisa datang dari siapa saja, termasuk dari anak kecil sekalipun! Dan ini yang tidak boleh diremehkan.
Ada yang lain lagi yang menghambat kekreatifan anak-anak sejak kecil, yaitu paradigma tentang Tuhan.
Anda masih ingat ketika kecil dulu Anda selalu diingatkan dengan dosa? Mau begini salah dan mau begitu salah? Misalnya, dulu kalau kita bohong, kita selalu ditakut-takuti dengan ucapan "Eh kamu jangan bohong ya, nanti di neraka lidahmu dipotong-potong terus tumbuh lagi, dipotong-potong terus tumbuh (panjang) lagi, gitu terus pokoknya. Mau kamu?" Atau ada yang lain lagi, "Eh kamu jangan bohong ya, nanti kamu masuk neraka dan lidahmu disetrika". "Ayo jangan ngambil uang om, nanti tangannya dipotong lhoo di neraka". Belum lagi adanya komik-komik semacam "Karma dan Saleh" ataupun komik-komik yang bercerita tentang neraka dan surga.
Kalau dipikir-pikir, kok kejam banget yaa Tuhan? sampai mau menyeterika lidah kita? Sampai mau motong tangan kita? Nyempelungin kita ke air yang panas dan ke api yang panas berlipat-lipat dari api dunia? Anda percaya?
Saya percaya sebagian, tapi bukan begitu cara untuk menjelaskan. Dan seharusnya bukan ditakut-takuti caranya...
Begini saja, di dalam Asma Al-husna, 99 nama Allah, hanya satu yang "negatif" yaitu Maha menyiksa atau the avenger -Al Muntaqim- (tolong jangan ambil negatif secara eksplisit). Ini sudah Saya cek berkali-kali bahkan sebelum Saya membuat tulisan ini. Artinya, sifat Allah yang ada itu sebagian besar (lebih dari 97%) adalah yang baik-baik dan indah-indah seperti Maha Pengampun, Maha Memberi Rezeki, Maha Pemurah, Maha sabar, Maha Terpuji, Maha Melindungi dan lainnya.
Anda masih bepikir jelek tentang Tuhan? Coba baca lagi deh Asmaul Husna, resapi dan nikmati aja bagaimana "baik"nya Tuhan itu. Tapi sejak kecil, kita sering dibilangi kalau nanti kita dicelupkan di air yang panas, kemudian diangkat lagi, kemudian dimasukkan lagi dan seterusnya.
Sehingga tak heran, manusia yang dihasilkan adalah manusia yang takut akan atasan. Manusia yang dihasilkan adalah manusia yang terpaksa untuk "beribadah". Sholat hanya karena keharusan dan keterpaksaan, bukan karena kita butuh mengadu dan mengaduh serta berkomunikasi dengan Tuhan.
Saya termasuk orang yang yakin dengan luar biasa kebaikan Tuhan. Mas Bahtiar pernah berkomen pada sebuah blog dengan pertanyaan yang bagus "Apakah tuhan marah kalau namanya ditulis pake t (te) kecil?" Apa mungkin gara-gara nama-Nya ditulis di cover kaset Dewa Tuhan akan marah? Tidak, Beliau maha mengetahui, Beliau Maha Pengampun. Beliau sayang banget kok ama Ahmad Dhani. Beliau juga sayang banget ama FPI atau Habib Rizieq. Dan beliau juga sayang banget ama makhluk-makhlukNya. Tak mungkin Tuhan menciptakan makhluknya hanya untuk masuk neraka, itu hanya pikiran kita aja sejak kecil sudah dicekoki begitu. Padahal, Tuhan itu sungguh luar biasa sifatnya dan sifat-sifat ke-maha-an itu tidak ada satupun (sekali lagi, tidak ada satupun!) yang dimiliki oleh Manusia. Dengan dalih agama terkadang manusia memvonis manusia yang lainnya. Dengan dalih agama manusia menganggap manusia yang lain salah. Dan dengan dengan dalih agama, kita secara tidak sadar menomer sekiankan Tuhan dan agama menjadi Tuhan itu sendiri.
Cobalah ubah persepsi kita tentang anak kecil dan cara mengajarkannya. Jangan menghambat kreatifitasnya dan jangan menumbuhkan persepsi di pikirannya bahwa Tuhan itu jahat seperti kita dulu. Saya yakin anak-anak Indonesia adalah anak-anak yang cerdas, hanya kesalahan sistem aja yang membuat kita seperti ini. Dengan begitu, kita bisa belajar dari siapa aja. Dari anak kecil, dari anak gede, dari orang yang sudah tua sekalipun. Dan....
Dengan belajar, suatu saat kita pasti berhasil...
Kata-kata atau kalimat-kalimat yang cukup familiar di telinga Saya dari dulu adalah "Anak kecil kok ikut-ikut". Kalau di Solo atau jogja sering orang tua bilang "Cah cilik kok melu-melu". Lain lagi orang Surabaya, "Opo ae kon iku, arek sa'iprit kok melu-melu". Sekali lagi, anak kecil menjadi "tidak berarti". Apalagi kalau udah bertemu dengan falsafah "pokoknya" yang sulit Saya temukan padanan Inggrisnya. "Pokoknya kamu harus gini gini gini", "Pokoknya kamu harus gitu". Anehnya, kata "pokoknya" lebih pas kalo diomongkan dalam bahasa Indonesia. Apa emang lahir di Indonesia yaa ungkapan "pokoknya"?
Hmm yang aneh lagi adalah ungkapan yang tidak logis. Dulu waktu kecil kita dibilangin "Gak boleh ngerokok yaa??!! Soalnya kamu belum bisa cari uang sendiri!" Hmm sebenarnya apa sih hubungan antara mencari uang sendiri dan larangan merokok? Apa berarti ketika sudah mencari uang sendiri merokok menjadi sebuah keharusan? Bukankah larangan merokok itu merusak kesehatan? Tetapi mengapa dihubungkan dengan mencari uang sendiri? Hmm kadang anak kecil mudah dibodohi memang.
Ketika Saya kelas 3 SMU, Saya dan kawan-kawan pernah membuat sebuah buku berjudul "The Journey in a Holy Jail". Dan didalam buku tersebuat Saya menulis dua buah tulisan dan salah satunya berbahasa Inggris ala kadarnya berjudul "The Clash of Generation". Judul ini terilhami oleh judul bukunya Samuel Huntington yakni "The Clash of Civilization". Dalam tulisan tersebut Saya bercerita tentang seorang anak kecil (berumur 3-6 tahun, lupa persisnya) yang sudah hafal nama nama Presiden dan menterinya serta struktur-struktur kenegaraan semacam presidentil dan parlementer. Sehingga membawa Saya pada suatu kesimpulan, pada suatu saat generasi-generasi yang ada akan salip-menyalip. Umur Saya yang 20, tidak menjamin bahwa Saya lebih pintar dari adik kelas Saya. Umur Anda yang 30 tahun keatas tidak mejamin Anda lebih pintar dari generasi 20an. Begitu selanjutnya dan seterusnya. Artinya memang umur itu hanya bilangan, dan sebuah ilmu bisa datang dari siapa saja, termasuk dari anak kecil sekalipun! Dan ini yang tidak boleh diremehkan.
Ada yang lain lagi yang menghambat kekreatifan anak-anak sejak kecil, yaitu paradigma tentang Tuhan.
Anda masih ingat ketika kecil dulu Anda selalu diingatkan dengan dosa? Mau begini salah dan mau begitu salah? Misalnya, dulu kalau kita bohong, kita selalu ditakut-takuti dengan ucapan "Eh kamu jangan bohong ya, nanti di neraka lidahmu dipotong-potong terus tumbuh lagi, dipotong-potong terus tumbuh (panjang) lagi, gitu terus pokoknya. Mau kamu?" Atau ada yang lain lagi, "Eh kamu jangan bohong ya, nanti kamu masuk neraka dan lidahmu disetrika". "Ayo jangan ngambil uang om, nanti tangannya dipotong lhoo di neraka". Belum lagi adanya komik-komik semacam "Karma dan Saleh" ataupun komik-komik yang bercerita tentang neraka dan surga.
Kalau dipikir-pikir, kok kejam banget yaa Tuhan? sampai mau menyeterika lidah kita? Sampai mau motong tangan kita? Nyempelungin kita ke air yang panas dan ke api yang panas berlipat-lipat dari api dunia? Anda percaya?
Saya percaya sebagian, tapi bukan begitu cara untuk menjelaskan. Dan seharusnya bukan ditakut-takuti caranya...
Begini saja, di dalam Asma Al-husna, 99 nama Allah, hanya satu yang "negatif" yaitu Maha menyiksa atau the avenger -Al Muntaqim- (tolong jangan ambil negatif secara eksplisit). Ini sudah Saya cek berkali-kali bahkan sebelum Saya membuat tulisan ini. Artinya, sifat Allah yang ada itu sebagian besar (lebih dari 97%) adalah yang baik-baik dan indah-indah seperti Maha Pengampun, Maha Memberi Rezeki, Maha Pemurah, Maha sabar, Maha Terpuji, Maha Melindungi dan lainnya.
Anda masih bepikir jelek tentang Tuhan? Coba baca lagi deh Asmaul Husna, resapi dan nikmati aja bagaimana "baik"nya Tuhan itu. Tapi sejak kecil, kita sering dibilangi kalau nanti kita dicelupkan di air yang panas, kemudian diangkat lagi, kemudian dimasukkan lagi dan seterusnya.
Sehingga tak heran, manusia yang dihasilkan adalah manusia yang takut akan atasan. Manusia yang dihasilkan adalah manusia yang terpaksa untuk "beribadah". Sholat hanya karena keharusan dan keterpaksaan, bukan karena kita butuh mengadu dan mengaduh serta berkomunikasi dengan Tuhan.
Saya termasuk orang yang yakin dengan luar biasa kebaikan Tuhan. Mas Bahtiar pernah berkomen pada sebuah blog dengan pertanyaan yang bagus "Apakah tuhan marah kalau namanya ditulis pake t (te) kecil?" Apa mungkin gara-gara nama-Nya ditulis di cover kaset Dewa Tuhan akan marah? Tidak, Beliau maha mengetahui, Beliau Maha Pengampun. Beliau sayang banget kok ama Ahmad Dhani. Beliau juga sayang banget ama FPI atau Habib Rizieq. Dan beliau juga sayang banget ama makhluk-makhlukNya. Tak mungkin Tuhan menciptakan makhluknya hanya untuk masuk neraka, itu hanya pikiran kita aja sejak kecil sudah dicekoki begitu. Padahal, Tuhan itu sungguh luar biasa sifatnya dan sifat-sifat ke-maha-an itu tidak ada satupun (sekali lagi, tidak ada satupun!) yang dimiliki oleh Manusia. Dengan dalih agama terkadang manusia memvonis manusia yang lainnya. Dengan dalih agama manusia menganggap manusia yang lain salah. Dan dengan dengan dalih agama, kita secara tidak sadar menomer sekiankan Tuhan dan agama menjadi Tuhan itu sendiri.
Cobalah ubah persepsi kita tentang anak kecil dan cara mengajarkannya. Jangan menghambat kreatifitasnya dan jangan menumbuhkan persepsi di pikirannya bahwa Tuhan itu jahat seperti kita dulu. Saya yakin anak-anak Indonesia adalah anak-anak yang cerdas, hanya kesalahan sistem aja yang membuat kita seperti ini. Dengan begitu, kita bisa belajar dari siapa aja. Dari anak kecil, dari anak gede, dari orang yang sudah tua sekalipun. Dan....
Dengan belajar, suatu saat kita pasti berhasil...