Sunday, January 30, 2005
Roda
Sebuah nasehat bijak yang sering dilontarkan oleh banyak orang adalah "hidup itu seperti roda, ia akan terus berputar dan berputar. Kadang diatas, kadang dibawah". Saya termasuk yang tidak setuju dengan ungkapan ini. Penyebabnya adalah menurut Saya pribadi, ini adalah ungkapan yang benar tapi menyesatkan. Ingat, benar tapi menyesatkan.
Mengapa?
Gampang saja, karena roda itu ternyata tidak selamanya berputar. Kadang si roda berhenti, kadang ia mundur, ia berputar ke belakang, ketika ia menemui batu di jalan maka ia akan menemui ganjalan, ia akan goyang. Terlebih, roda tak selamanya berjalan di aspal yang mulus. Terkadang ia berjalan di tempat yang mulus ala jalan tol. Kadang berjalan di tempat yang becek, penuh dengan lumpur. Atau ia berjalan di jalan yang penuh dengan lubang.
Roda Anda dan roda Sayapun tidak sama. Sehingga, roda tidak begitu saja bisa digeneralisir sama seperti ungkapan diatas. Rodaku Good Year, rodamu bisa saja Michellin ataupun GT Radial. Malahan, rodaku bisa asli, tapi rodamu bisa aja palsu yang beli di pasar maling. Walaupun sama kegunaannya, tapi tentu berbeda kualitas :p
Roda berhenti itu banyak penyebabnya. Bisa jadi rodanya kempis, bocor atau rodanya malah lepas. Ada juga kemungkinan lain yakni sang pengendara menginginkan ia berhenti. Dengan menginjak rem, roda akan pelan-pelan berhenti. Ada juga kemungkinan-kemungkinan lain akan berhentinya roda.
Roda yang bocor, selayaknya ia ditambal. Roda yang kempis, sudah seharusnya ia dipompa. Roda yang sudah tipis dan usang, sudah selayaknya diganti dengan roda-roda yang lain. Atau dalam bahasa Jerman, ban serep :p
Roda yang tiba-tiba pelan juga bisa diindikasikan. Indikasinya mungkin ia tahu bahwa di depan akan ada batu yang mengganjal. Ia tahu di depan akan ada polisi tidur (don't take it literally :p). Ini biasa Saya analogikan sebagai ganjalan dalam hidup. Hidup memang tak selamanya mulus. Kadang kita butuh pelan, kadang kita butuh cepat. kadang kita perlu berhenti, bahkan kadang kita perlu berlari super cepat, bahkan kita perlu berhenti selamanya.
Andai saja Saya dengan terpaksa boleh memberi penghargaan kepada anggota tubuh mobil secara individual, maka secara yakin Saya lebih appreciate kepada roda dan menganugerahkan penghargaan ini. Karena pada dasarnya, rodalah yang telah berjasa mengantar kita kemanapun kita pergi. Rodalah yang bisa belok dan ia akan patuh pada perintah kita yang menyetirnya.
Mesin pun protes, "enak aja, Ran. Gue yang udah sekuat tenaga sampe kentut mulu di knalpot, eh malah bos Rani milih Roda".
Saya pun berujar enteng, "Ya sudah, biar adil Saya pisahkan kalian. Ayo, lepaskan semua atribut mobil". Akhirnya semua anggota mobil Saya pisahkan.
Sekarang kamu Saya tanya mesin, "Bisakah kamu mengantar Saya ke kampus?"
Mesin menjawab kepada Rani, "wah ya gak bisa boss.. Kan gak ada rodanya?". Dalam hatiku, "Gue bilang juga apa. Dasar lu mesin goblog. Gue jual baru tau rasa lo".
Giliran roda Saya tanya, "Roda, bisakah kamu antar saya ke kampus?". Roda menjawab, "Bisa bos, tapi bos harus cari tempat duduk diatas. Karena roda juga bisa berjalan tanpa mesin. Cukup digelindingkan saja Saya. Tapi ingat ya bos, roda gak bisa jalan sendiri, yang menjadi sopir adalah bos Rani sendiri," ungkapnya.
Orang yang berpegang teguh pada prinsip paling atas tadi, ia akan menjalani hidup dengan seadanya dan santai dengan berpikir, "Toh roda ini berputar. Logikanya, kalau roda akan senantiasa berputar, suatu saat Saya pasti akan berada diatas. Pasti!!".
Padahal nyatanya tidak semudah itu, roda itu bukan berputar, tapi diputar. Roda itu bukan bergelinding, tapi ia digelindingkan. Jadi, posisi roda hanya sebuah benda yang pasif saja. Ia tidak bisa bergerak, tetapi ia bisa digerakkan.
Untuk bisa hidup berada diatas itu sungguh butuh perjuangan tinggi. Kalau Anda merangkak dari bawah, maka Anda menghadapi tanjakan tajam keatas. Apabila Anda berada ditengah-tengah, maka pilihan sulit tetap akan menghantui, "Anda mau jatuh ke bawah, bertahan di tengah, atau tetap fight agar bisa naik keatas?". Andai sudah diatas maka pertanyaannya pun berubah, "Anda mau jatuh ke tengah yang lebih dekat atau jatuh ke bawah yang agak jauh?"
Ungkapan roda tadi memberi Saya sebuah pertanyaan yang pertanyaan ini membawa Saya pribadi pada ketidak-setujuan pada falsafah hidup diatas.
Anda mau jadi roda yang selalu berputar-putar tak jelas arah atau jadi pengendara roda yang setidaknya (kalau tidak ada halangan atau katakanlah kecelakaan) Anda bisa mengendalikan roda sesuai kemampuan Anda?
Singkatnya, Anda mau jadi roda atau jadi pengendara roda? Silakan memilih :)
Life is one long process of getting tired
- Samuel Butler
Mengapa?
Gampang saja, karena roda itu ternyata tidak selamanya berputar. Kadang si roda berhenti, kadang ia mundur, ia berputar ke belakang, ketika ia menemui batu di jalan maka ia akan menemui ganjalan, ia akan goyang. Terlebih, roda tak selamanya berjalan di aspal yang mulus. Terkadang ia berjalan di tempat yang mulus ala jalan tol. Kadang berjalan di tempat yang becek, penuh dengan lumpur. Atau ia berjalan di jalan yang penuh dengan lubang.
Roda Anda dan roda Sayapun tidak sama. Sehingga, roda tidak begitu saja bisa digeneralisir sama seperti ungkapan diatas. Rodaku Good Year, rodamu bisa saja Michellin ataupun GT Radial. Malahan, rodaku bisa asli, tapi rodamu bisa aja palsu yang beli di pasar maling. Walaupun sama kegunaannya, tapi tentu berbeda kualitas :p
Roda berhenti itu banyak penyebabnya. Bisa jadi rodanya kempis, bocor atau rodanya malah lepas. Ada juga kemungkinan lain yakni sang pengendara menginginkan ia berhenti. Dengan menginjak rem, roda akan pelan-pelan berhenti. Ada juga kemungkinan-kemungkinan lain akan berhentinya roda.
Roda yang bocor, selayaknya ia ditambal. Roda yang kempis, sudah seharusnya ia dipompa. Roda yang sudah tipis dan usang, sudah selayaknya diganti dengan roda-roda yang lain. Atau dalam bahasa Jerman, ban serep :p
Roda yang tiba-tiba pelan juga bisa diindikasikan. Indikasinya mungkin ia tahu bahwa di depan akan ada batu yang mengganjal. Ia tahu di depan akan ada polisi tidur (don't take it literally :p). Ini biasa Saya analogikan sebagai ganjalan dalam hidup. Hidup memang tak selamanya mulus. Kadang kita butuh pelan, kadang kita butuh cepat. kadang kita perlu berhenti, bahkan kadang kita perlu berlari super cepat, bahkan kita perlu berhenti selamanya.
Andai saja Saya dengan terpaksa boleh memberi penghargaan kepada anggota tubuh mobil secara individual, maka secara yakin Saya lebih appreciate kepada roda dan menganugerahkan penghargaan ini. Karena pada dasarnya, rodalah yang telah berjasa mengantar kita kemanapun kita pergi. Rodalah yang bisa belok dan ia akan patuh pada perintah kita yang menyetirnya.
Mesin pun protes, "enak aja, Ran. Gue yang udah sekuat tenaga sampe kentut mulu di knalpot, eh malah bos Rani milih Roda".
Saya pun berujar enteng, "Ya sudah, biar adil Saya pisahkan kalian. Ayo, lepaskan semua atribut mobil". Akhirnya semua anggota mobil Saya pisahkan.
Sekarang kamu Saya tanya mesin, "Bisakah kamu mengantar Saya ke kampus?"
Mesin menjawab kepada Rani, "wah ya gak bisa boss.. Kan gak ada rodanya?". Dalam hatiku, "Gue bilang juga apa. Dasar lu mesin goblog. Gue jual baru tau rasa lo".
Giliran roda Saya tanya, "Roda, bisakah kamu antar saya ke kampus?". Roda menjawab, "Bisa bos, tapi bos harus cari tempat duduk diatas. Karena roda juga bisa berjalan tanpa mesin. Cukup digelindingkan saja Saya. Tapi ingat ya bos, roda gak bisa jalan sendiri, yang menjadi sopir adalah bos Rani sendiri," ungkapnya.
Orang yang berpegang teguh pada prinsip paling atas tadi, ia akan menjalani hidup dengan seadanya dan santai dengan berpikir, "Toh roda ini berputar. Logikanya, kalau roda akan senantiasa berputar, suatu saat Saya pasti akan berada diatas. Pasti!!".
Padahal nyatanya tidak semudah itu, roda itu bukan berputar, tapi diputar. Roda itu bukan bergelinding, tapi ia digelindingkan. Jadi, posisi roda hanya sebuah benda yang pasif saja. Ia tidak bisa bergerak, tetapi ia bisa digerakkan.
Untuk bisa hidup berada diatas itu sungguh butuh perjuangan tinggi. Kalau Anda merangkak dari bawah, maka Anda menghadapi tanjakan tajam keatas. Apabila Anda berada ditengah-tengah, maka pilihan sulit tetap akan menghantui, "Anda mau jatuh ke bawah, bertahan di tengah, atau tetap fight agar bisa naik keatas?". Andai sudah diatas maka pertanyaannya pun berubah, "Anda mau jatuh ke tengah yang lebih dekat atau jatuh ke bawah yang agak jauh?"
Ungkapan roda tadi memberi Saya sebuah pertanyaan yang pertanyaan ini membawa Saya pribadi pada ketidak-setujuan pada falsafah hidup diatas.
Anda mau jadi roda yang selalu berputar-putar tak jelas arah atau jadi pengendara roda yang setidaknya (kalau tidak ada halangan atau katakanlah kecelakaan) Anda bisa mengendalikan roda sesuai kemampuan Anda?
Singkatnya, Anda mau jadi roda atau jadi pengendara roda? Silakan memilih :)
Life is one long process of getting tired
- Samuel Butler
Thursday, January 27, 2005
Blog itu (ternyata) Bukan "Satu Tren Saja"
Menurut yang aku temukan tadi pagi di usatoday.com lengkapnya disini, blog ternyata sudah ada sejak tahun 1776. Disitu dikatakan bahwa "Thomas Paine was basically a blogger — in 1776".
Kutipan-kutipan lain yang perlu dikutip disini pentingnya nge-blog:
Semua bilang kalau blog itu penting. Hanya pakar multimedia Indonesia yang juga merupakan pelawak digital saja yang terhormat bapak Drs.KRMT Roy Suryo Notodiprojo yang underestimate bloggers dan bilang bahwa "Blog itu satu tren saja" di Media Indonesia. Aaarrrggghhhhh!!!
ps: Thanks to Mas Adai atas Abilon News Aggregator-nya :p
Kutipan-kutipan lain yang perlu dikutip disini pentingnya nge-blog:
"George Orwell was a blogger. So was Brian Lamb, the guy who started C-Span.
Blogs are really an Internet phenomenon of just the past couple of years. But the essence — the je ne sais quoi— of blogs is that an emerging technology makes it possible for individuals outside the mainstream media to reach an audience. Blogs can be subversive, giving rise to ideas or arguments that would otherwise stay buried."
-----
"Jeez. Take a pill, all you blogomaniacs. Blogs are fun. Blogs add a fascinating new element to public discourse. But blogs are another turn of history's wheel, not a radical departure.
"There has been a long drift away from mass media to more specialized media," says Phil Meyer, a University of North Carolina journalism professor and author of The Vanishing Newspaper: Saving Journalism in the Information Age. "The bloggers are the latest manifestation — more messages to smaller numbers of people."
Certainly, blogs are a phenomenon. Technorati, a blog search engine, tracks 6,406,667 blogs. Two years ago, it tracked 100,000. About 27% of adults now read blogs, up from 2% in 2003."
-----
"Today, software tools make it cheap and simple to post personal journals on the Web, so more people do. "I wouldn't underestimate how much of this is driven by the tools," says Jonathan Weber, the former editor of the defunct Industry Standard, now starting a blog-infused Web site about the Rocky Mountain region."Jonathan Weber aja bilang "I wouldn't underestimate" sedang Phil Meyer, a University of North Carolina journalism professor bilang kalau blog itu "specialized media".
Semua bilang kalau blog itu penting. Hanya pakar multimedia Indonesia yang juga merupakan pelawak digital saja yang terhormat bapak Drs.KRMT Roy Suryo Notodiprojo yang underestimate bloggers dan bilang bahwa "Blog itu satu tren saja" di Media Indonesia. Aaarrrggghhhhh!!!
ps: Thanks to Mas Adai atas Abilon News Aggregator-nya :p
Wednesday, January 26, 2005
Indonesia, doooonng!!
Tulisan ini mungkin tulisan klasik, pikiran lama yang sering diutarakan namun sedikit realisasinya.
Pada tahun 2004 yang lalu, United Nations (PBB) kembali mengeluarkan "shuhuf-shuhuf" yang setiap tahun selalu direvisi. Catatan-catatan itu tak lain adalah The Human Development Index (HDI) yang selalu menjadi referensi negara-negara mana yang layak untuk dijadikan tempat hidup (livable). Untuk top 30 "The most livable countries" Indonesia mungkin harus "mengalah" pada negara-negara yang tersebut. Ada Australia, Jepang, US bahkan Israel masuk. Anehnya, 2 negara "maju" gagal masuk nominasinya yaitu China dan Indonesia (menghibur diri :P). Bahkan Arab Saudi pun tidak masuk sehingga tidak ada satupun negara Islam yang masuk menjadi top 30. Kalau Indonesia, mungkin Saya bisa memaklumi karena banyaknya anak jalanan, banyaknya anak tidak sekolah, tidak kuliah, tingginya angka KKN, belum lagi masalah terorisme, belum lagi sistem birokrasi pemerintah yang amburadul dan lain sebagainya. Tapi China? Saya masih ingat ungkapan Saya ketika membeli barang di Duty Free (Toko bebas pajak yang teteup aja mahal :P) disini, "Why those stuff are so expensive? Aren't they made in China?". Sang pelayanpun mengiyakan, "Unfortunately, 80% of goods in Australia are made in China". Tapi sayang memang China tidak termasuk negara yang layak dihuni. Apa karena populasinya sudah mencapai 1 miliar lebih? Mungkin saja, tapi secara ekonomis, Cina adalah salah satu pendekar dunia karena hampir semua barang yang Anda pakai minimal ada beberapa barang ada tulisannya "made in China".
Sebagai orang Indonesia Saya juga protes mengenai kenapa Indonesia tidak layak huni dan tidak masuk 30 negara yang paling enak untuk dihuni sedangkan Israel yang setiap hari perang dengan Palestina justru layak dihuni.
Pada waktu liburan di Indonesia beberapa waktu lalu tiap pagi Saya bertugas mengantar Kakak perempuan Saya kuliah. Setelah Saya antar, biasanya Saya marung (baca: makan di warung) dulu di trotoar pinggir kampus B Unair. Biasanya yang Saya konsumsi adalah 1 nasi bungkus (lauknya ada telor, ikan, mie dan tahu), 3 gorengan, dan segelas kopi. Setelah ditotal oleh penjualnya, uang yang harus Saya bayar hanya Rp.2600.-.. Terus terang harga segitu itu sangatlah murah dibanding apa yang telah Saya makan dan minum dan harga itu tidak sampai 50 cent dollar Australia. Entah gimana hitung-hitungan bisnis mereka sampai-sampai menjual makanan dengan harga murah. Perlu diketahui, sekali makan di tempat makan biasa saja di Australia, minimal butuh 5 dolar dan itu tanpa minum. Nikmatnya hidup di Indonesia...
Justru Saya yang berpikir, seharusnya Indonesia dong yang menjadi negara yang livable. Betapa tidak?
Semua komoditas yang ada di Indonesia ini hampir semuanya murah. Apalagi buat para ekspat yang lagi melancong di Indonesia dengan berbagai tujuan dari berkunjung ala turis sampai merampok kekayaan Indonesia. Kurs yang betul-betul menginjak rupiah menjadikan Indonesia sebagai Surga mereka. Mereka bisa menikmati apartemen tengah kota yang mewah dengan harga setara dengan rumah gubug kecil di negaranya, bisa menikmati vila puncak dengan harga beli setara dengan kontrak setahun rumah kecil di negaranya, mereka bisa berbisnis meng"amplopi" pejabat untuk dapat mengeruk kekayaan SDA Indonesia dan membawanya pulang ke negara asalnya, mereka bisa makan, minum seenaknya karena harga yang sangat murah dan lain sebagainya :(
Tapi kenapa Indonesia tidak layak masuk daftar?
Entahlah Saya tidak tahu. Yang Saya tahu adalah hidup di Indonesia itu sungguh enak. Orang-orang yang ramah, hidup kalau tidak neko-neko ya bisa hidup, Alam yang melimpah ruah kayanya, budaya yang plural, tetangga yang selalu siap membantu dan lainnya. Mungkin Andalah yang lebih tahu mengapa.
Tapi nasib menjadi rakyat kecil... Yang kaya tambah kaya, yang miskin tambah miskin...
Sebentar lagi, cepat atau lambat harga BBM akan naik. Alasan pemerintah karena harga minyak dunia yang melambung pasca perang Irak. Jadi subsidi BBM yang biasa keluar 30 Triliun membengkak menjadi 60 Triliun. Kalau menurut kalkulasi Saya, 60 Triliun bukanlah angka yang besar dibanding kekayaan Indonesia. Andai saja kekayaan itu tidak dicuri Amerika (Exxon dan Freeport) dan sekutunya, mungkin Indonesia tidak bernasib seperti sekarang. Seharusnya yang menjadi korban bukan rakyat kecil yang taat membayar pajak. Konglomerat-konglomerat hitam yang memarkirkan uang negara di rekening banknya itulah yang patut dikenai pajak yang lebih tinggi. Mobil-mobil mewah yang berkeliaran dijalan itulah yang seharusnya dikenai pajak yang tinggi. Ekspat-ekspat yang masuk itulah yang seharusnya dikenai pajak yang lebih tinggi untung menutupi Subsidi BBM yang kurang itu. Karena terus terang, harga BBM sekarang (Rp. 1810,-/liter) itu tidak berarti apa-apa buat para ekspat...
Rakyat kecil yang mendorong gerobak bakso justru menjadi korban. Pedagang kaki dan pedagang asongan, nelayan dan beberapa usaha "rendah" yang justru menjadi kekuatan ekonomi Indonesia harus rela dikorbankan (lagi?).
Percayalah, negara-negara maju tersebut tak akan maju seperti sekarang tanpa "bantuan Indonesia"... Indonesia adalah surga bagi para ekspat. Maka sudah selayaknya Indonesia menjadi layak huni (livable)... "Indonesia, dooonnng!!!
Pada tahun 2004 yang lalu, United Nations (PBB) kembali mengeluarkan "shuhuf-shuhuf" yang setiap tahun selalu direvisi. Catatan-catatan itu tak lain adalah The Human Development Index (HDI) yang selalu menjadi referensi negara-negara mana yang layak untuk dijadikan tempat hidup (livable). Untuk top 30 "The most livable countries" Indonesia mungkin harus "mengalah" pada negara-negara yang tersebut. Ada Australia, Jepang, US bahkan Israel masuk. Anehnya, 2 negara "maju" gagal masuk nominasinya yaitu China dan Indonesia (menghibur diri :P). Bahkan Arab Saudi pun tidak masuk sehingga tidak ada satupun negara Islam yang masuk menjadi top 30. Kalau Indonesia, mungkin Saya bisa memaklumi karena banyaknya anak jalanan, banyaknya anak tidak sekolah, tidak kuliah, tingginya angka KKN, belum lagi masalah terorisme, belum lagi sistem birokrasi pemerintah yang amburadul dan lain sebagainya. Tapi China? Saya masih ingat ungkapan Saya ketika membeli barang di Duty Free (Toko bebas pajak yang teteup aja mahal :P) disini, "Why those stuff are so expensive? Aren't they made in China?". Sang pelayanpun mengiyakan, "Unfortunately, 80% of goods in Australia are made in China". Tapi sayang memang China tidak termasuk negara yang layak dihuni. Apa karena populasinya sudah mencapai 1 miliar lebih? Mungkin saja, tapi secara ekonomis, Cina adalah salah satu pendekar dunia karena hampir semua barang yang Anda pakai minimal ada beberapa barang ada tulisannya "made in China".
Sebagai orang Indonesia Saya juga protes mengenai kenapa Indonesia tidak layak huni dan tidak masuk 30 negara yang paling enak untuk dihuni sedangkan Israel yang setiap hari perang dengan Palestina justru layak dihuni.
Pada waktu liburan di Indonesia beberapa waktu lalu tiap pagi Saya bertugas mengantar Kakak perempuan Saya kuliah. Setelah Saya antar, biasanya Saya marung (baca: makan di warung) dulu di trotoar pinggir kampus B Unair. Biasanya yang Saya konsumsi adalah 1 nasi bungkus (lauknya ada telor, ikan, mie dan tahu), 3 gorengan, dan segelas kopi. Setelah ditotal oleh penjualnya, uang yang harus Saya bayar hanya Rp.2600.-.. Terus terang harga segitu itu sangatlah murah dibanding apa yang telah Saya makan dan minum dan harga itu tidak sampai 50 cent dollar Australia. Entah gimana hitung-hitungan bisnis mereka sampai-sampai menjual makanan dengan harga murah. Perlu diketahui, sekali makan di tempat makan biasa saja di Australia, minimal butuh 5 dolar dan itu tanpa minum. Nikmatnya hidup di Indonesia...
Justru Saya yang berpikir, seharusnya Indonesia dong yang menjadi negara yang livable. Betapa tidak?
Semua komoditas yang ada di Indonesia ini hampir semuanya murah. Apalagi buat para ekspat yang lagi melancong di Indonesia dengan berbagai tujuan dari berkunjung ala turis sampai merampok kekayaan Indonesia. Kurs yang betul-betul menginjak rupiah menjadikan Indonesia sebagai Surga mereka. Mereka bisa menikmati apartemen tengah kota yang mewah dengan harga setara dengan rumah gubug kecil di negaranya, bisa menikmati vila puncak dengan harga beli setara dengan kontrak setahun rumah kecil di negaranya, mereka bisa berbisnis meng"amplopi" pejabat untuk dapat mengeruk kekayaan SDA Indonesia dan membawanya pulang ke negara asalnya, mereka bisa makan, minum seenaknya karena harga yang sangat murah dan lain sebagainya :(
Tapi kenapa Indonesia tidak layak masuk daftar?
Entahlah Saya tidak tahu. Yang Saya tahu adalah hidup di Indonesia itu sungguh enak. Orang-orang yang ramah, hidup kalau tidak neko-neko ya bisa hidup, Alam yang melimpah ruah kayanya, budaya yang plural, tetangga yang selalu siap membantu dan lainnya. Mungkin Andalah yang lebih tahu mengapa.
Tapi nasib menjadi rakyat kecil... Yang kaya tambah kaya, yang miskin tambah miskin...
Sebentar lagi, cepat atau lambat harga BBM akan naik. Alasan pemerintah karena harga minyak dunia yang melambung pasca perang Irak. Jadi subsidi BBM yang biasa keluar 30 Triliun membengkak menjadi 60 Triliun. Kalau menurut kalkulasi Saya, 60 Triliun bukanlah angka yang besar dibanding kekayaan Indonesia. Andai saja kekayaan itu tidak dicuri Amerika (Exxon dan Freeport) dan sekutunya, mungkin Indonesia tidak bernasib seperti sekarang. Seharusnya yang menjadi korban bukan rakyat kecil yang taat membayar pajak. Konglomerat-konglomerat hitam yang memarkirkan uang negara di rekening banknya itulah yang patut dikenai pajak yang lebih tinggi. Mobil-mobil mewah yang berkeliaran dijalan itulah yang seharusnya dikenai pajak yang tinggi. Ekspat-ekspat yang masuk itulah yang seharusnya dikenai pajak yang lebih tinggi untung menutupi Subsidi BBM yang kurang itu. Karena terus terang, harga BBM sekarang (Rp. 1810,-/liter) itu tidak berarti apa-apa buat para ekspat...
Rakyat kecil yang mendorong gerobak bakso justru menjadi korban. Pedagang kaki dan pedagang asongan, nelayan dan beberapa usaha "rendah" yang justru menjadi kekuatan ekonomi Indonesia harus rela dikorbankan (lagi?).
Percayalah, negara-negara maju tersebut tak akan maju seperti sekarang tanpa "bantuan Indonesia"... Indonesia adalah surga bagi para ekspat. Maka sudah selayaknya Indonesia menjadi layak huni (livable)... "Indonesia, dooonnng!!!
Monday, January 24, 2005
Ini Australia, Bung!
Ini benar-benar pengalaman nyata dan gak dibuat-buat. Kejadian ini terjadi hari Rabu malam tgl 19 Januari 2005 yang lalu atau malam Idul Adha apabila Anda ikut sholat hari Kamis.
Kejadiannya begini, malam itu jam 11 malam, Saya pergi ke Perth International Airport menjemput Ayah Saya yang kebetulan mendapat kesempatan datang kesini. Pada waktu keluar dari imigrasi dan semua barang telah dicek dan digeledah, semua barang diberikan ke Saya yang pada waktu itu ada 2 barang besar dan 1 tas kecil. Waktu taksi datang, Saya sudah ingat bahwa ada 3 barang. 2 barang udah Saya masukin dan tinggal 1 barang yakni tas kecil. Trolley diambil oleh Ayah Saya dan tentu dalam pikiran Saya, tas kecil sudah clear alias mungkin sudah diamankan oleh Ayah Saya (yang memang Saya kenal sangat teliti). Akhirnya kita pulang naik taksi tersebut.
Alangkah terkejutnya ketika taksi tersebut sudah masuk di suburb Saya dan sudah dekat dengan rumah, Ayah bertanya, "Tas kecilnya ayah mana Rani?". *jreng jreng* Saya langsung kaget setengah mati karena memang Saya kira sudah diambil Ayah. Saya tau bahwa disetiap perjalanan, tas kecil itu selalu berisi dokumen dan barang berharga lainnya. Aaaahh Saya langsung panik dan berusaha menenangkan diri sambil berdoa. Ayah Saya juga panik dan sudah pasrah. Bayangkan, ternyata di dalam tas itu ada uang sekolah Saya yang berjumlah AUD$10.000 atau sekitar 70 Juta (kurs 1 dolar=Rp.7000,-), beberapa uang US Dollar (Gak tau berapa jumlahnya), kamera, 3 buah HP (salah satunya adalah Nokia 9500), dompet Ayah Saya dan yang paling penting adalah Paspor dan Visa. Saking pasrahnya Ayah, beliau sampai berucap, "Uangnya sih gak apa-apa, tapi dokumennya itu lho". Hah???!!! Tetap saja dalam hati Saya tidak terima. Itu uang bukan uang kecil! Tapi sebuah ungkapan optimis yang selalu Saya pegang dan diucapkan Ayah Saya, "Uang itu bisa dicari" membuat Saya akhirnya sedikit bisa tenang. Langsung Saya suruh taksi berbalik arah ke airport lagi guna "mencoba keberuntungan" apakah barang tersebut akan kembali.
Hmm mungkin kejadian diatas adalah kesalahan kita berdua. Tapi sebagai anak (apalagi orang jawa :P), Saya siap untuk disalahkan. Saya jadi teringat ada sebuah filosofi ember yang selalu digunakan orang tua di jawa (secara sadar ataupun tidak). Pada suatu hari ada seorang anak meletakkan ember di tengah jalan dan orang tuanya lewat dan tersandung ember tersebut. Dengan enteng orang tua itupun berkata "Heh!!!?? Mbok embernya itu ditaruh di tempatnya tho! Pada hari berikutnya, giliran si orang tua yang meletakkan ember dan si anak yang tersandung ember itu. Si orang tua lagi-lagi dengan enteng berkata, "mbok matanya itu dipake buat ngeliat thooo..".. Hmmm begitulah kira-kira nasib jadi anak Jawa :P apapun yang dikatakan orang tua mungkin akan selalu dianggap benar dengan alasan "lebih berpengalaman". Hmm tapi terkadang juga ada betulnya :)
Entah kenapa dalam perjalanan ke airport, Saya merasa sangat tenang sekali. Saya sudah pasrah. Satu hal yang membuat Saya yakin adalah satu kalimat, "Ini Australia, bung!". Mengapa Saya berkata begitu? Karena Saya yakin Australia itu berbeda dengan Indonesia dari segala hal. Ekonomi, Budaya, ketertiban serta kesejahteraan masyarakat. Consequently, tingkat kriminalitas juga jauh berbeda.
Sesampai di bandara, langsung Saya menemui Security yang jaga. Mereka menyatakan diri tidak tahu. Saya ke kantor Security-nya, namun sudah tutup karena memang sudah tengah malam. Tak disangka, Saya melihat petugas pengambil trolley dengan santai berjalan keatas sambil membawa tas Ayah dan tanpa membuang banyak waktu, orang itu Saya kejar dan Saya panggil. Orang itupun ke bawah sambil tersenyum enteng.
"That's my bag, sir," begitu Saya mengawali pembicaraan. Langsung tas itu diberikan kepada Saya sambil dia menceritakan gimana kejadiannya dia menemukan tas itu. "I was going to take this bag to the security office upstairs because that one has already closed," begitu penjelasannya. Orang itupun diberi tip oleh Ayah Saya karena telah menyelamatkan tas yang menjadi "sumber kehidupan" kami. Sangat mengejutkan, orang itu berkata "Please check all inside, I really haven't seen what's inside and just to make sure that nobody opened it before I took it," katanya. Oh begitu jujurnya dia sampai-sampai dia belum membuka apa isi tas tersebut. Sungguh luar biasa. Orang yang tidak mengenal Islam (yang selalu diajarkan untuk jujur) tapi bersikap sangat jujur melebihi orang Islam sendiri. Thanks, sir....
Dalam perjalanan pulang ke rumah, Ayah hanya bilang, "itu kalo orang Jawa sudah hilang tas itu". Saya pun menambahkan "Atau tasnya jadi enteng soalnya isinya udah dikuras habis"... Kita pun tertawa berdua setelah sport jantung bersama :) "itu tandanya uangnya halal, dik!" kata ayah lagi. Amien deh yaaahh :)
Hmm yang menjadi pertanyaan sekarang, kok bisa ada orang yang jujur seperti itu, padahal dia hanyalah petugas trolley dan tidak tergoda sedikitpun untuk mengetahui "apa di dalam tas tersebut". Gimana kira-kira cara membentuk manusia seperti ini ya? Salut memang, inilah salah satu keindahan hidup di Australia....
Ini Australia, bung...!
Kejadiannya begini, malam itu jam 11 malam, Saya pergi ke Perth International Airport menjemput Ayah Saya yang kebetulan mendapat kesempatan datang kesini. Pada waktu keluar dari imigrasi dan semua barang telah dicek dan digeledah, semua barang diberikan ke Saya yang pada waktu itu ada 2 barang besar dan 1 tas kecil. Waktu taksi datang, Saya sudah ingat bahwa ada 3 barang. 2 barang udah Saya masukin dan tinggal 1 barang yakni tas kecil. Trolley diambil oleh Ayah Saya dan tentu dalam pikiran Saya, tas kecil sudah clear alias mungkin sudah diamankan oleh Ayah Saya (yang memang Saya kenal sangat teliti). Akhirnya kita pulang naik taksi tersebut.
Alangkah terkejutnya ketika taksi tersebut sudah masuk di suburb Saya dan sudah dekat dengan rumah, Ayah bertanya, "Tas kecilnya ayah mana Rani?". *jreng jreng* Saya langsung kaget setengah mati karena memang Saya kira sudah diambil Ayah. Saya tau bahwa disetiap perjalanan, tas kecil itu selalu berisi dokumen dan barang berharga lainnya. Aaaahh Saya langsung panik dan berusaha menenangkan diri sambil berdoa. Ayah Saya juga panik dan sudah pasrah. Bayangkan, ternyata di dalam tas itu ada uang sekolah Saya yang berjumlah AUD$10.000 atau sekitar 70 Juta (kurs 1 dolar=Rp.7000,-), beberapa uang US Dollar (Gak tau berapa jumlahnya), kamera, 3 buah HP (salah satunya adalah Nokia 9500), dompet Ayah Saya dan yang paling penting adalah Paspor dan Visa. Saking pasrahnya Ayah, beliau sampai berucap, "Uangnya sih gak apa-apa, tapi dokumennya itu lho". Hah???!!! Tetap saja dalam hati Saya tidak terima. Itu uang bukan uang kecil! Tapi sebuah ungkapan optimis yang selalu Saya pegang dan diucapkan Ayah Saya, "Uang itu bisa dicari" membuat Saya akhirnya sedikit bisa tenang. Langsung Saya suruh taksi berbalik arah ke airport lagi guna "mencoba keberuntungan" apakah barang tersebut akan kembali.
Hmm mungkin kejadian diatas adalah kesalahan kita berdua. Tapi sebagai anak (apalagi orang jawa :P), Saya siap untuk disalahkan. Saya jadi teringat ada sebuah filosofi ember yang selalu digunakan orang tua di jawa (secara sadar ataupun tidak). Pada suatu hari ada seorang anak meletakkan ember di tengah jalan dan orang tuanya lewat dan tersandung ember tersebut. Dengan enteng orang tua itupun berkata "Heh!!!?? Mbok embernya itu ditaruh di tempatnya tho! Pada hari berikutnya, giliran si orang tua yang meletakkan ember dan si anak yang tersandung ember itu. Si orang tua lagi-lagi dengan enteng berkata, "mbok matanya itu dipake buat ngeliat thooo..".. Hmmm begitulah kira-kira nasib jadi anak Jawa :P apapun yang dikatakan orang tua mungkin akan selalu dianggap benar dengan alasan "lebih berpengalaman". Hmm tapi terkadang juga ada betulnya :)
Entah kenapa dalam perjalanan ke airport, Saya merasa sangat tenang sekali. Saya sudah pasrah. Satu hal yang membuat Saya yakin adalah satu kalimat, "Ini Australia, bung!". Mengapa Saya berkata begitu? Karena Saya yakin Australia itu berbeda dengan Indonesia dari segala hal. Ekonomi, Budaya, ketertiban serta kesejahteraan masyarakat. Consequently, tingkat kriminalitas juga jauh berbeda.
Sesampai di bandara, langsung Saya menemui Security yang jaga. Mereka menyatakan diri tidak tahu. Saya ke kantor Security-nya, namun sudah tutup karena memang sudah tengah malam. Tak disangka, Saya melihat petugas pengambil trolley dengan santai berjalan keatas sambil membawa tas Ayah dan tanpa membuang banyak waktu, orang itu Saya kejar dan Saya panggil. Orang itupun ke bawah sambil tersenyum enteng.
"That's my bag, sir," begitu Saya mengawali pembicaraan. Langsung tas itu diberikan kepada Saya sambil dia menceritakan gimana kejadiannya dia menemukan tas itu. "I was going to take this bag to the security office upstairs because that one has already closed," begitu penjelasannya. Orang itupun diberi tip oleh Ayah Saya karena telah menyelamatkan tas yang menjadi "sumber kehidupan" kami. Sangat mengejutkan, orang itu berkata "Please check all inside, I really haven't seen what's inside and just to make sure that nobody opened it before I took it," katanya. Oh begitu jujurnya dia sampai-sampai dia belum membuka apa isi tas tersebut. Sungguh luar biasa. Orang yang tidak mengenal Islam (yang selalu diajarkan untuk jujur) tapi bersikap sangat jujur melebihi orang Islam sendiri. Thanks, sir....
Dalam perjalanan pulang ke rumah, Ayah hanya bilang, "itu kalo orang Jawa sudah hilang tas itu". Saya pun menambahkan "Atau tasnya jadi enteng soalnya isinya udah dikuras habis"... Kita pun tertawa berdua setelah sport jantung bersama :) "itu tandanya uangnya halal, dik!" kata ayah lagi. Amien deh yaaahh :)
Hmm yang menjadi pertanyaan sekarang, kok bisa ada orang yang jujur seperti itu, padahal dia hanyalah petugas trolley dan tidak tergoda sedikitpun untuk mengetahui "apa di dalam tas tersebut". Gimana kira-kira cara membentuk manusia seperti ini ya? Salut memang, inilah salah satu keindahan hidup di Australia....
Ini Australia, bung...!
Thursday, January 20, 2005
Ekspresi
Barangkali, ekspresi Nabi Ibrahim ketika mendapat mimpi untuk menyembelih anaknya sangat berbeda ketika Joy dan Delon menang Indonesian Idol. Nabi Ibrahim mungkin ketika itu bingung, speachless, tidak terlalu ekspresif dan berpikir "tenanan ora iki?" (Beneran nggak ini?). Berbeda dengan Delon, mungkin saat itu ia menangis, tertawa, bangga dan ia pun berpelukan dengan Joy. Padahal, dari segi cobaan jelas, cobaan untuk Nabi Ibrahim jauh lebih berat daripada cobaan Delon atau Joy yang hanya menjadi Indonesian Idol. Semua sudah tau, Ibrahim mendapat mimpi sebuah perintah untuk menyembelih anaknya sendiri, Ismail.
Tulisan ini terinspirasi dari pertandingan tenis. Di Australia yang saat ini musim panas, maka even yang paling ditunggu warga adalah Grand Slam Australia Open (yang saat ini sedang berlangsung) dan F-1. Sayang, kedua even ini berlangsung di Melbourne *tempatnya Rina) yang jauh dari tempat tinggal Saya di Perth.
Sungguh lucu kalau Anda melihat pertandingan tenis. Penonton misalnya, kemanapun bola tenis bergulir, kesitulah seluruh bola mata penonton akan memandang. Ada yang melotot, ada yang sipit-sipit soalnya susah untuk melihat. Kiri-kanan, kiri-kanan, atas-bawah dan seterusnya. Saking asyiknya penonton menyaksikan pertandingan sampai-sampai lapangan terasa hening. Hanya ada suara pukulan bola oleh raket dan suara pantulan bola. Tapi rupanya, ada ekspresi lain yang biasa dilakukan oleh kedua pemain. Adanya suara "uuuhh", "aaahh", "eeergghh", "ooohhh", saling berganti terdengar apabila salah satu dari pemain memukul bola. Hal ini wajar karena memang bola yang dipukul itu memiliki tekanan yang sangat berat. Kecepatan bola bisa dipastikan lebih dari 100 km/jam dan kekuatan itulah yang harus selalu dipantulkan oleh setiap pemain. Ekspresi lain yang menonjol adalah ketika mereka menang. Biasanya langsung terdengar "yeaaahhh", "ooohh yessss", ato ala Lleyton Hewitt kalau menang selalu berucap "Commmooooonnn" dengan tangan mengepal. Yang kalah pun tak kalah ekspresif, "Oooohh nooo", "oo oo", "aaah shiiitttt", "faarrr oouttt maannn" atau "damn it"....
Anehnya, Saya punya teman yang tidak ekspresif sama sekali bahkan mungkin Saya bisa bilang dia kelainan. Saya apain aja dia, teman Saya itu gak akan marah. Aneh, bahkan kalau kesetrum dia hanya bilang "eh kesetrum" tanpa ekspresi kaget atau shock sedikitpun.
Teman Saya yang lain juga pernah bertanya, "Kapan Desi Ratnasari terlihat jelek?". Ternyata tak diayal, jawabannya adalah ketika Desi buang air besar. hhueheheh coba Anda bayangkan raut muka Desi buang air besar deh *udaahh gak usah dibayangin* :)
Contoh-contoh diatas menandakan bagaimana orang itu berekspresi. Ada yang diam, ada yang ekpresif banget dan gaya ekspresinya sangat bergejolak dan heboh. Medianya pun beda-beda. Musisi berekspresi dengan musiknya, seniman dengan seninya, politisi dengan manuver politiknya, businessman dengan uangnya, kambing berekspresi dengan "mbeeekk"nya, blogger dengan blognya dan lain sebagainya.
Saya pun orangnya tidak terlalu ekspresif. hahaha *oh yaa?!*. Cenderung pendiam *ah masa'?* dan tidak banyak tingkah *hmm*...hehehe
Eh btw, ketika Saya mengetik kata "ekspresi" di search google image, eh yang muncul kok banyak gambar WC yaa? hmmm mungkin WC itu adalah tempat bebas untuk berekspresi.. hidup WC..hehehe :)
Gimana dengan cara berekspresi kalian? :P Met Idul Adha yaa and have a nice long weekend guys.. Mohon maaf lahir dan batin :) Mari kita korbankan seluruh perbuatan kita yang buruk bersama kambing-kambing ituuuuhhh :) Mari berekspresi :)
Eh perhatiannya tolong yaaa itu kalo baca ekspresi diatas seperti "ooohh", "aaah", "uuuhhh", "oh yeaahh", "ooh no", "oooh yeesss" dan sebagainya jangan keras2 dan jangan terlalu ekpresif yaahh.. Biasa2 aja, ntar dikira ngapa2in ma tetangga :P
Tulisan ini terinspirasi dari pertandingan tenis. Di Australia yang saat ini musim panas, maka even yang paling ditunggu warga adalah Grand Slam Australia Open (yang saat ini sedang berlangsung) dan F-1. Sayang, kedua even ini berlangsung di Melbourne *tempatnya Rina) yang jauh dari tempat tinggal Saya di Perth.
Sungguh lucu kalau Anda melihat pertandingan tenis. Penonton misalnya, kemanapun bola tenis bergulir, kesitulah seluruh bola mata penonton akan memandang. Ada yang melotot, ada yang sipit-sipit soalnya susah untuk melihat. Kiri-kanan, kiri-kanan, atas-bawah dan seterusnya. Saking asyiknya penonton menyaksikan pertandingan sampai-sampai lapangan terasa hening. Hanya ada suara pukulan bola oleh raket dan suara pantulan bola. Tapi rupanya, ada ekspresi lain yang biasa dilakukan oleh kedua pemain. Adanya suara "uuuhh", "aaahh", "eeergghh", "ooohhh", saling berganti terdengar apabila salah satu dari pemain memukul bola. Hal ini wajar karena memang bola yang dipukul itu memiliki tekanan yang sangat berat. Kecepatan bola bisa dipastikan lebih dari 100 km/jam dan kekuatan itulah yang harus selalu dipantulkan oleh setiap pemain. Ekspresi lain yang menonjol adalah ketika mereka menang. Biasanya langsung terdengar "yeaaahhh", "ooohh yessss", ato ala Lleyton Hewitt kalau menang selalu berucap "Commmooooonnn" dengan tangan mengepal. Yang kalah pun tak kalah ekspresif, "Oooohh nooo", "oo oo", "aaah shiiitttt", "faarrr oouttt maannn" atau "damn it"....
Anehnya, Saya punya teman yang tidak ekspresif sama sekali bahkan mungkin Saya bisa bilang dia kelainan. Saya apain aja dia, teman Saya itu gak akan marah. Aneh, bahkan kalau kesetrum dia hanya bilang "eh kesetrum" tanpa ekspresi kaget atau shock sedikitpun.
Teman Saya yang lain juga pernah bertanya, "Kapan Desi Ratnasari terlihat jelek?". Ternyata tak diayal, jawabannya adalah ketika Desi buang air besar. hhueheheh coba Anda bayangkan raut muka Desi buang air besar deh *udaahh gak usah dibayangin* :)
Contoh-contoh diatas menandakan bagaimana orang itu berekspresi. Ada yang diam, ada yang ekpresif banget dan gaya ekspresinya sangat bergejolak dan heboh. Medianya pun beda-beda. Musisi berekspresi dengan musiknya, seniman dengan seninya, politisi dengan manuver politiknya, businessman dengan uangnya, kambing berekspresi dengan "mbeeekk"nya, blogger dengan blognya dan lain sebagainya.
Saya pun orangnya tidak terlalu ekspresif. hahaha *oh yaa?!*. Cenderung pendiam *ah masa'?* dan tidak banyak tingkah *hmm*...hehehe
Eh btw, ketika Saya mengetik kata "ekspresi" di search google image, eh yang muncul kok banyak gambar WC yaa? hmmm mungkin WC itu adalah tempat bebas untuk berekspresi.. hidup WC..hehehe :)
Gimana dengan cara berekspresi kalian? :P Met Idul Adha yaa and have a nice long weekend guys.. Mohon maaf lahir dan batin :) Mari kita korbankan seluruh perbuatan kita yang buruk bersama kambing-kambing ituuuuhhh :) Mari berekspresi :)
Eh perhatiannya tolong yaaa itu kalo baca ekspresi diatas seperti "ooohh", "aaah", "uuuhhh", "oh yeaahh", "ooh no", "oooh yeesss" dan sebagainya jangan keras2 dan jangan terlalu ekpresif yaahh.. Biasa2 aja, ntar dikira ngapa2in ma tetangga :P
Tuesday, January 18, 2005
Gender Equality (Persamaan Gender)
Ada seorang temen dari RRC --China-- (sebut saja A) bilang gini:
A: "Rani, I wanna convert my religion to Islam..."
Syahrani: "Yeah right, man... I know what you want from that.." :) *sinis*
A: "What....?"
Syahrani: "You can marry 4 women in your life..."
A: "hahaha.. you exactly know what I want..."
Syahrani: "Dumbhead..."
Ucapan pertama yang muncul di hati selain "dumbhead" adalah "gundulmu kuwi, leee"... hehehe Tapi memang benar, banyak orang non-muslim yang bergurau kepada Saya dengan alasan seperti itu. Makanya Saya mengerti betul maksud dia :)
Beberapa bulan yang lalu sebelum liburan, ada sebuah presentasi kelompok berdasarkan research dari beberapa teman kuliah dengan tema "Media Representation of Gender Equality comparing Australia and Malaysia". Kebetulan yang presentasi adalah orang Singapore, Malaysia dan China. Jadi, tidak ada orang Australia. Anehnya, dalam presentasi mereka justru menyoroti tentang keberadaaan gender equality di Islam. Memang, secara de facto, Malaysia (salah satu negara yang dipresentasikan) adalah negara Islam. Tetapi perlu diingat, bahwa di Malaysia ada 3 suku besar yakni Malay (melayu), Cina dan India. Dengan adanya 3 suku ini, presentasi mereka lebih menyoroti Islam dari segi gender equality. Jelas, yang ada hanya bias, unfair dan Saya sebagai salah satu diantara 2 orang muslim di kelas tersebut merasa di pressure.
Lagi-lagi pokok bahasan adalah poligami yang konon di benak mereka telah tertancap kata "enak". Ada 2 statements mereka yang Saya tangkap agak janggal yang membawa Saya pada kesimpulan bahwa research mereka tidak komprehensif yakni:
Mendukung atau tidak poligami itu bergantung kepada izin sang istri dan birokrasinya harus dijalankan. Masa' gaji 100 ribu perbulan mau nikah 4? tinggal jakarta lagi! hahaha Jadi, tidak pas apabila Saya berkata mendukung atau tidak. Jadi bagi Saya tidak ada istilah mendukung atau tidak dalam berpoligami karena semua bergantung pada pasangan masing2 :)
* Tulisan ini hanya bercerita ttg pengalaman dan tidak ada maksud sedikitpun untuk menyinggung perasaan orang lain.. Cheers :)
A: "Rani, I wanna convert my religion to Islam..."
Syahrani: "Yeah right, man... I know what you want from that.." :) *sinis*
A: "What....?"
Syahrani: "You can marry 4 women in your life..."
A: "hahaha.. you exactly know what I want..."
Syahrani: "Dumbhead..."
Ucapan pertama yang muncul di hati selain "dumbhead" adalah "gundulmu kuwi, leee"... hehehe Tapi memang benar, banyak orang non-muslim yang bergurau kepada Saya dengan alasan seperti itu. Makanya Saya mengerti betul maksud dia :)
Beberapa bulan yang lalu sebelum liburan, ada sebuah presentasi kelompok berdasarkan research dari beberapa teman kuliah dengan tema "Media Representation of Gender Equality comparing Australia and Malaysia". Kebetulan yang presentasi adalah orang Singapore, Malaysia dan China. Jadi, tidak ada orang Australia. Anehnya, dalam presentasi mereka justru menyoroti tentang keberadaaan gender equality di Islam. Memang, secara de facto, Malaysia (salah satu negara yang dipresentasikan) adalah negara Islam. Tetapi perlu diingat, bahwa di Malaysia ada 3 suku besar yakni Malay (melayu), Cina dan India. Dengan adanya 3 suku ini, presentasi mereka lebih menyoroti Islam dari segi gender equality. Jelas, yang ada hanya bias, unfair dan Saya sebagai salah satu diantara 2 orang muslim di kelas tersebut merasa di pressure.
Lagi-lagi pokok bahasan adalah poligami yang konon di benak mereka telah tertancap kata "enak". Ada 2 statements mereka yang Saya tangkap agak janggal yang membawa Saya pada kesimpulan bahwa research mereka tidak komprehensif yakni:
- "It's nice to be men in Islam, they can have 4 wives. So, if you guys feel bored with your first wife, you can have a second wife. Or if there is a more beautiful girl, you can have her as your wife either".
- "Islam doesn't have gender equality. Why? Because only men can marry more than one wife but for girl is not allowed to have more than 1 husband"
- Pertama, Presentasi kalian bagus. Sayang tidak sesuai dengan topik. Malah kalau Saya jadi orang yang tidak tahu topik kalian dan Saya disuruh menebak apa judul presentasi kalian, maka Saya akan menjawab "Media Represenation of Gender Equality comparing ISLAM and Australia".
- Malaysia punya 3 suku besar yakni Malay, Cina dan India. Tapi Anda lebih berat kepada Malay yang notabene Islam. Apakah memang suku Anda atau suku lainnya tidak diberi hak untuk mengurus pemerintahan? What a pity...
- Untuk menikah lebih dari 1, tidak semudah yang Anda bicarakan. "Moslems are not animal who can change their soulmate by using a simple reason, as you've explained so far through out your presentation". Birokrasi untuk menikah lagi jelas rumit dan tidak mudah. Selain harus adil, Izin dari istri pertama adalah yang paling primer. Kalau istri pertama tidak mengizinkan, maka "they're not allowed to marry again". Nah, disinilah letak gender equality dalam Islam. Dalam hal ini, istri ternyata memiliki kedudukan yang lebih tinggi sebagai pemberi izin. Seharusnya ini yang kalian lihat. "There's a hidden gender equality that we have to concern and think about it, not just looking from outside what you guys only can see". Ada beberapa kesempatan salah satu (baik istri or suami) lebih tinggi kedudukannya. Karena tidak mungkin di dalam pesawat ada 2 pilot. Jadi, persamaan gender bukan berarti berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Tapi bagaimana antara laki-laki dan perempuan terjadi keseimbangan dan simbiois mutualisme.
- Andai saja Wanita boleh menikah 4, maka apabila wanita itu hamil "Who does that baby belongs to?". Kalau istri 4, gampang saja. Sudah jelas itu adalah anak si laki2-laki itu. Tapi kalau suaminya 4. What will you do? Hal ini ternyata sudah dipikirkan oleh My Propeth, Nabi Muhammad SAW jauh 14 abad yang lalu. Mau tes DNA? Kalau memang itu alasan untuk justifikasi Anda, Saya yakin tiap hari akan ada berbaris-baris pasangan 1 wanita dan 4 laki-laki serta anak hanya untuk TES DNA! and you know what, setiap punya anak, Anda harus tes DNA untuk memastikan betul siapa ayah dari anak itu. Kalau dunia hanya punya 2 pasangan sih gak apa-apa. Tapi berapa penduduk dunia ini? Kacau dunia ini kan? "there will be such a disaster in this world and people queueing up only for testing DNAs".
- Which one is better. having 4 wives or being cheated with your husband? (bagi orang barat ini udah biasa, kalaupun itu tidak biasa, itu hanya skandal Bill Clinton ama Monica Lewinsky or David Bechkam ama Rebecca..hahaha) :P
- Lagian ada sebuah emphasize, "kalau tidak bisa berbuat adil, maka 1 saja cukup". Padahal, makna adil itu luas sekali. "Giving her one and giving the others one is not a part of justice. Definition of justice is just so wide and sophisticated"
- Last, for me, InsyaAllah one wife is enough :)
Mendukung atau tidak poligami itu bergantung kepada izin sang istri dan birokrasinya harus dijalankan. Masa' gaji 100 ribu perbulan mau nikah 4? tinggal jakarta lagi! hahaha Jadi, tidak pas apabila Saya berkata mendukung atau tidak. Jadi bagi Saya tidak ada istilah mendukung atau tidak dalam berpoligami karena semua bergantung pada pasangan masing2 :)
* Tulisan ini hanya bercerita ttg pengalaman dan tidak ada maksud sedikitpun untuk menyinggung perasaan orang lain.. Cheers :)
Sunday, January 16, 2005
Tafsir Politik ala Prof.Dr.Ryaas Rasyid, MA tentang Bencana Aceh
Ternyata, ketika para penafsir menafsirkan "ada apa dibalik bencana Aceh", ada seorang politisi sekaligus birokrat ulung yang tak kalah getolnya ikut menafsir bencana tersebut. Ahli agama banyak yang menafsir bahwa mungkin Tuhan marah. Budayawan (salah satunya Cak Nun) menafsir bahwa ini hanya bencana biasa, metabolisme alam. Dan kalau Tuhan marah, Tuhan lebih pantas marah ke Jakarta. Begitu juga dengan Sujiwa Tejo menafsir bahwa alam hanya mencari keseimbangan. Bagaimana tafsir politiknya?
Anda pasti pernah mendengar shock therapy yang dulu sering dilontarkan oleh pemerintahan SBY. Rupanya, berbagai terapi kejut dilontarkan oleh pemerintah tak satupun rakyat terkejut. Pak Arman (Abdurahman Saleh -Kejagung-) dengan tegas akan menindak koruptor dari kelas teri sampai kakap, tapi rakyat tidak terkejut. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menangkap Abdullah Puteh karena mark up dana pembelian heli, tapi rakyat lagi-lagi tidak terkejut. Beralih ke yang negatif, harga BBM akan dinaikkan, lagi-lagi rakyat tidak terkejut. Rupanya pemerintah gagal membuat shock therapy menjelang hari ke 100-nya ini. Akhirnya, Tuhan kasihan kepada pemerintahan SBY dan mengambil alih tugasnya. Tuhan datangkan ini bencana gempa dan tsunami dan ternyata berhasil!! Terkejutlah seluruh rakyat Indonesia bahkan dunia internasional. Sehingga atas bantuan Tuhan, SBY "berhasil" membuat shock therapy.
Tafsiran lucu tersebut dilontarkan oleh Prof.Dr.Ryaas Rasyid, MA, yang pada minggu lalu Saya mendapat kesempatan langka mengantarnya ke Malang untuk sebuah acara temu ilmiah. "Seharusnya pemerintah itu cukup kerja yang baik, ndak usah lah itu shock therapy-shock therapy-an," ujarnya. Kalau Anda jarang mengikuti berita politik dan pemerintahan, mungkin nama diatas adalah nama awam buat Anda. Tapi sebaliknya, apabila Anda mengikuti, nama tersebut bukanlah nama asing buat Anda. Beliau adalah Rektor IIP (Institut Ilmu Pemerintahan) sekaligus mantan menteri otoda (otonomi dareah) di era BJ Habibie dan mantan Men PAN (Pendayaagunaan Aparatur Negara) di era Gus Dur. Karena semangatnya untuk mereformasi birokrasi sangat tinggi, namun hal tersebut bertentangan dengan Gus Dur, Ryaas ternyata tidak takut miskin karena tidak jadi menteri. Akhirnya, keputusan bulat untuk hengkang ia ambil dengan tegas. Keputusan ini berakhir dengan gagalnya Gus Dur "mengangkat derajat"nya sendiri di mata rakyat dan birokrat. Ia harus lengser dan konon ia mengambil langkah "lucu" apabila didelik dari ilmu pemerintahan yakni pengeluaran dekrit.
Dalam kesempatan berbincang langsung dengannya, terlihat bagaimana dia sangat menguasai ilmu pemerintahan. Gaya bicara yang ceplas ceplos ala orang bugis makassar ditambah guyonan segar membuat obrolan menjadi gayeng. Semua hal dia ceritakan mulai dari mengapa partainya (PDK) memilih Wiranto, bagaimana hubungannya dengan Andi Malarangeng (yang hengkang dari PDK) saat ini, gemuknya kabinet SBY (akibat dari bargaining politik yang kental) yang menjadikannya borosnya anggaran, the right man on the wrong place (semacam Bambang Sudibyo masuk sbg Mendiknas padahal lebih cocok jadi Menkeu), ruginya negara di sektor pajak sebesar 600-800 Triliun per tahun, sampai hal-hal lainnya. Ada lagi prediksi dia bahwa 70% syarat bubarnya negara telah dimiliki Indonesia. Jadi cuma ada 30% bagi Indonesia untuk survive. Tapi, untuk hal ini dia tidak mau buka kartu dengan alasan, "Saya akan buka di waktu yang tepat dan menunggu media besar untuk mempublikasinnya dengan menghadirkan Saya di acaranya," ujarnya dengan penuh canda, hadirinpun tertawa.
Mungkin kalo Saya ceritakan postingan ini akan semakin panjang jadi gak usah aja yaaa :) Pak Ryaas, kapan-kapan kita bertemu kembali. Nice to meet you, sir.... Makasih ilmunya yaaa :)
Anda pasti pernah mendengar shock therapy yang dulu sering dilontarkan oleh pemerintahan SBY. Rupanya, berbagai terapi kejut dilontarkan oleh pemerintah tak satupun rakyat terkejut. Pak Arman (Abdurahman Saleh -Kejagung-) dengan tegas akan menindak koruptor dari kelas teri sampai kakap, tapi rakyat tidak terkejut. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menangkap Abdullah Puteh karena mark up dana pembelian heli, tapi rakyat lagi-lagi tidak terkejut. Beralih ke yang negatif, harga BBM akan dinaikkan, lagi-lagi rakyat tidak terkejut. Rupanya pemerintah gagal membuat shock therapy menjelang hari ke 100-nya ini. Akhirnya, Tuhan kasihan kepada pemerintahan SBY dan mengambil alih tugasnya. Tuhan datangkan ini bencana gempa dan tsunami dan ternyata berhasil!! Terkejutlah seluruh rakyat Indonesia bahkan dunia internasional. Sehingga atas bantuan Tuhan, SBY "berhasil" membuat shock therapy.
Tafsiran lucu tersebut dilontarkan oleh Prof.Dr.Ryaas Rasyid, MA, yang pada minggu lalu Saya mendapat kesempatan langka mengantarnya ke Malang untuk sebuah acara temu ilmiah. "Seharusnya pemerintah itu cukup kerja yang baik, ndak usah lah itu shock therapy-shock therapy-an," ujarnya. Kalau Anda jarang mengikuti berita politik dan pemerintahan, mungkin nama diatas adalah nama awam buat Anda. Tapi sebaliknya, apabila Anda mengikuti, nama tersebut bukanlah nama asing buat Anda. Beliau adalah Rektor IIP (Institut Ilmu Pemerintahan) sekaligus mantan menteri otoda (otonomi dareah) di era BJ Habibie dan mantan Men PAN (Pendayaagunaan Aparatur Negara) di era Gus Dur. Karena semangatnya untuk mereformasi birokrasi sangat tinggi, namun hal tersebut bertentangan dengan Gus Dur, Ryaas ternyata tidak takut miskin karena tidak jadi menteri. Akhirnya, keputusan bulat untuk hengkang ia ambil dengan tegas. Keputusan ini berakhir dengan gagalnya Gus Dur "mengangkat derajat"nya sendiri di mata rakyat dan birokrat. Ia harus lengser dan konon ia mengambil langkah "lucu" apabila didelik dari ilmu pemerintahan yakni pengeluaran dekrit.
Dalam kesempatan berbincang langsung dengannya, terlihat bagaimana dia sangat menguasai ilmu pemerintahan. Gaya bicara yang ceplas ceplos ala orang bugis makassar ditambah guyonan segar membuat obrolan menjadi gayeng. Semua hal dia ceritakan mulai dari mengapa partainya (PDK) memilih Wiranto, bagaimana hubungannya dengan Andi Malarangeng (yang hengkang dari PDK) saat ini, gemuknya kabinet SBY (akibat dari bargaining politik yang kental) yang menjadikannya borosnya anggaran, the right man on the wrong place (semacam Bambang Sudibyo masuk sbg Mendiknas padahal lebih cocok jadi Menkeu), ruginya negara di sektor pajak sebesar 600-800 Triliun per tahun, sampai hal-hal lainnya. Ada lagi prediksi dia bahwa 70% syarat bubarnya negara telah dimiliki Indonesia. Jadi cuma ada 30% bagi Indonesia untuk survive. Tapi, untuk hal ini dia tidak mau buka kartu dengan alasan, "Saya akan buka di waktu yang tepat dan menunggu media besar untuk mempublikasinnya dengan menghadirkan Saya di acaranya," ujarnya dengan penuh canda, hadirinpun tertawa.
Mungkin kalo Saya ceritakan postingan ini akan semakin panjang jadi gak usah aja yaaa :) Pak Ryaas, kapan-kapan kita bertemu kembali. Nice to meet you, sir.... Makasih ilmunya yaaa :)
Thursday, January 13, 2005
Ikhlas
- Deep condolences to the victims of earthquake and Tsunami Disaster in Asia especially Aceh and North Sumatra -
Alam...
Ia bukan nama penyanyi dangdut...
Ia adalah temannya manusia dan hewan...
Ia bernyawa, Ia tertawa, Ia bersedih, dan Ia menangis...
Bumi...
Adalah bagian dari alam...
Ketika bumi tertawa melihat srimulat...
Perutnya pun bergoncang...
Tapi inilah petaka manusia...
Manusia seharusnya berkata "stop watching Srimulat and stop laughing"...
Atau "Would you guys please stop listening to those jokes?"...
Agar bumi tidak tertawa...
Dan bumi tidak bergoyang perutnya...
Manusiapun "stand still" dengan aman...
Air...
Bukan nama grup band...
Ia adalah suadaranya alam...
Sebagian besar isi bumi adalah air...
Ketika bumi tertawa nonton srimulat, air ludahnya muncrat...
Manusiapun kena getahnya...
Apalagi ketawanya ngakak...
Aduuuuhhh bencana buat manusia...
Air dan bumi...
Ngapain kalian sekarang...
Apa kalian masih tertawa dan memuncratkan dirimu melihat saudara kalian manusia terluka...
Atau kalian malah menangis...
Tapi ingat, jangan muntahkan airmu lagi ya...
Taruhlah air itu pada tempatnya...
Mari kita berdamai...
Toh kalian juga saudara kami..
Marilah kita melakukan win win solution...
Tenang...
Kami manusia tidak akan curang...
Toh ada mediatornya...
Dia adalah...
Allah...
Sang mediator...
Beliau adalah penjaga keseimbangan alam semesta dan isinya...
Mengurangi sedikit disini, untuk diberinya sedikit disana...
Mengambil disana sedikit, untuk diberikan yang ada disitu...
Begitu seterusnya...
"Ini adalah bencana!"
"aahh bukan.. ini bukan bencana!"
"Ini adalah nikmat karena balasannya adalah Surga"
"Ini adalah bencana!"
"Iyah, ini adalah bencana. Tapi bukan bencana Alam, ini adalah bencana kemanusiaan"
"Alam hanya mencari keseimbangan dan ia disuruh Tuhan dan ia tidak terkena bencana"
"Tapi manusia yang kena.. iyah, manusia.. Temanmu, saudaraku, satu spesies kita.. Manusia"
Pasrah...
Tawakkal...
Ikhlas...